Pernah nonton pelemnya Adam Sandler? Pasti pernah ya. Na, kalok yang terbaru ini? Itu lho yang judulnya Grown Up. Awal nemu pelem itu di rental pelem lengganan nDaru, nDaru langsung nyomot dan setel begitu nyampe rumah. Ndaru lumayan tertarik dengan bintang2 yang ikut ndagel di situ, ada Chris Rob, Salma Hayek, trus Rob Schneider. Seperti apa to kolaborasi Adam Sandler dan bintang2 itu? Lha, ternyata setelah nonton, nDaru ndak berhenti ngakak sampek guling2.
Tapi, ndak cuman itu saja kok. Di tengah pelem nDaru jugak ngrasa terharu, mikir, dan sampek akhirnya merefleksikan lagi apa yang sudah nDaru kerjain. Soalnya, pelem2nya Adam Sandler ini sekalipun bikin ngakak dengan lelucon yang jorok tapi masih sopan daripada joroknya pelem2 Indonesiya, tetep ada satu dua dan tiga hal berharga yang mbikin nDaru mengangguk2kan kepalanya. Oh..iya ya, ternyata emang waktu bersama keluarga itu lebih penting ketimbang promosi jabatan. Itu pesen ada di pelem Click. Terus, di Long Fellow Deeds, nDaru belajar bahwa temen2 sejati mendukung kita dalam suka maupun duka sekalipun kadang kita menyakiti mereka tanpa sadar. Selalu ada hal2 hangat dan menyenangkan yang membuat kita rindu kebersamaan. Nah, pelem2 itulah yang istilahnya Juminten brought to mind, mbikin nDaru melihat lagi keseluruhan hidup ini dan menemukan hal sepele yang ndak disadari begitu penting.
Dalam pelem itu deceritakan kalok Lenny Feder (Adam Sandler) adalah seseorang yang sukses dan ndak pernah gagal. Di jaman kecil dia bintang basket di lapangan. Tiga puluh tahun kemudian, dia jadi agen artis Hollywood yang handal, kaya, punyak istri cuantik, Roxanne Chase-Feder (Salma Hayek) dan keluarga yang mapan secara finansial. Temen2 satu tim basketnya dulu, Eric punya bayi 4tahun masih netek emaknya. Lalu Kurt yang jadi bapak rumah tangga sementara istrinya sibuk. Terus Marcus masih single dan tidak mau berkomitmen. Dan, yang terakhir si Rob yang tiga kali menikah dan gagal, ndak kenal anak2nya, lalu jatuh cinta terhadap wanita yang jauh lebih tua. Karena pelatih basket mereka dulu, Coach Buzzer ninggal, mereka ketemu lagi di pemakamannya. Lalu mereka sepakat untuk mengulangi masa kecil mereka dengan menyewa sebuah rumah di tepi danau dan tinggal disana bersama2 selama akhir pekan. Naa, disini mulai seru ni ceritanya.
Si Lenny berusaha mengajarkan anak2nya untuk menyukai alam dan mau menyapa orang laen, ndak cuman maen PS dan sms-an terus. Naaa, ini mbikin nDaru sadar untuk ndak terlalu berkutat dengan dunia maya, dari ngeblog, pesbukan, ceting, dkk. Awal dulu nDaru nulis blog, nDaru cuman punyak tujuan untuk menuangkan segala gagasan nDaru soal sesuatu. Dan, nDaru akui kadang nDaru terjebak emosi untuk terus menuangkan segala cerita di blog. Padahal, ngobrol dengan orang2 terdekat lebih nyaman daripada nulis di blog. Memang sih, ngeblog itu asik. Tapi, nDaru mulai nyadar bahwa blog cuman tempat untuk membagi pemikiran tentang hal2 yang umum saja, hal pribadi dan bahkan emosi terdalam ndak perlu dituangkan di blog. Dan, kalok nDaru pikir2 lagi, dari sekian banyak waktu yang dialokasikan buat ngeblog dan surfing di internet, berapa yang sudah terlewat hanya cuman buat nongkrong bareng temen sambil cerita, telpon Mami yang pasti pengen tau kabar anak bontotnya, ato ndatengin tetangga sebelah yang selama ini memaklumi kelakuan Tukul dkk.
Sekarang banyak orang betah nongkrong di depan leptop untuk ceting dan pesbukan. Ada bahkan yang update status dari pagi sampek malem, kayak ndak ada hari tanpa pesbuk. Eskpresi yang ditampilkan di apdetan jugak macem2. Ada yang nyindir kelakukan temennya, ada yang ngungkapin cinta disana, ada jugak yang curhat sedih. Kalok diliyat2 lagi, apa ndak rugi kalok kita mengungkapkan segalanya di layar komputer? Kalok ndak suka sama kelakuan orang, kan lebih enak ketemu dan ngomong dari hati ke hati. Kalok kita ngungkapin cinta, kayaknya jugak lebih dalem bilang langsung daripada cuman memajang tulisan. Pun dengan ceting. Ndaru mikir ngobrol dengan orang secara langsung akan lebih melegakan karena kita bisa denger langsung maksud dia, mengklarifikasi apa yang perlu dilakukan, dan menatap matanya. Naaa..ketiadaan kontak fisik semacam ini yang bikin Kurt sama istrinya, Dianne jadi rada jawuh.
Bicara. Itu yang mbikin Lenny, Kurt, Rob, Marcus, dan Eric menemukan kembali hidup mereka. Lenny akhirnya bilang ke istrinya kalok sudah membatalkan dateng ke fashion show di Milan supaya bisa mbikin keluarganya menghargai danau daripada kehidupan high level. Eric ngaku kalok dia bukan pemilik perusahaan perabotan, dia ndak mau temen2nya tau dia nganggur. Kurt bicara jujur kalok dia sudah kehilangan sapaan istrinya. Marcus ngomong kalok dia sebenernya hampa karena sendiri. Dan, Rob ngaku kalok dia makek toub. Ketiadaan komunikasi, sibuk dengan kerjaan, dan ego mbikin mereka pengen tampil sempurna, tapi akhirnya mereka nyadar kalok mereka cuman butuh jujur dan saling mengerti.
Pelem itu jugak ngajarin nDaru bahwa hidup bukan persoalan menang sepanjang waktu. Lenny sengaja ndak nyetak skor akhir di pertandingan basket lawan musuhnya dulu di SD St. Marcus supaya musuhnya yang dulu kalah itu ngrasain menang sesekali dan supaya anaknya, Greggie ngrasain kalah dan berusaha, ndak cuman ngisep ketek bapaknya terus yang notabene bisa nyediain apapun buat dia. Dari situ nDaru belajar bahwa kadang kita musti nerima apa adanya kita, yang mungkin di mata orang lain biasa2 saja. Kadang kita dipaksa iri sama orang lain yang terlihat ngejreng, tapi itulah yang sebenernya membuat kita belajar mengakui keunggulan orang lain dan menerima apa adanya kita.
Pada akhirnya, Gloria, istrinya Rob bilang, “Life can be difficult sometimes. It gets bumpy. But with family and kids..and things not going exactly like you planned, but that’s what makes it interesting. In life..the first act is always exciting. The second act..that’s where the depth comes in.” Dan kata2 itu yang menjawab tantangan dari coach Buzzer di awal pelem,”I want you to play life like you played that game today, so when the final buzzer of life goes off… you’ll have no regrets.” Menjadi juara dalam hidup yang sebenar-benarnya, juara yang bukan hanya memenangkan pertandingan dangkal memamerkan gaya hidup, tapi juga memenangkan pertandingan sejati: menghargai diri sendiri tapi tetep mengalahkan ego dan kesombongan kita sendiri.