Postingan nDaru kali ini emang sepesiyal nDaru bikin buat merespon komentar Bang Luigi. nDaru beberapa kali mengunjungi blog beliau, dan isinya memang bagus dan inspiratip, nDaru endak meninggalkan jejak disana bukan karena males, tapi sangking bingungnya mau komen apa :p
Memang mungkin buat Bang Luigi dan sebagian orang, apa yang nDaru tulis tentang keluhan Pak Presiden kemarin terkesan reaktif dan berlebihan. Ya..nDaru sadar bahwa mungkin nDaru memang terlalu reaktif terhadap sebuah pemberitaan yang beredar di tipi, tapi bukan tanpa alasan kalok nDaru langsung meng-upload tulisan itu, waktu itu nDaru capek menjadi warga negara di sistem pemerintahan ini.
Masalah cinta kepada negara dan bangsa ini, jangan ditanya deh bang.. Sudah sejak pertama saya bisa mbengok, babe sudah mengajari nDaru nyanyi Padamu Negri, lalu ketika nDaru sudah mulai bisa berdiri dan menggerakkan tangan, nDaru diajari hormat kepada Sang Saka Merah Putih. Sebagai anak seorang serdadu, nDaru menerima pelajaran tentang nasiyonalisme sedikit lebih banyak daripada anak lain. Babe nDaru begitu getol menanamkan nilai2 kehormatan dan nasionalisme a la serdadu pada anak2nya. Beliau begitu bersemangat menceritakan pengalamannya menjadi penjaga perbatasan di Timor Timur dulu, sama bersemangatnya juga ketika beliau bercerita mengenai keikutsertaan dia di Kontingen Garuda, 2 X malah. Mendengar cerita2 itu, jiwa saya seperti ditantang untuk bertanya "apa yang sudah kamu kasih buat negara?"
Tapi nDaru juga musti nyinyir menerima kenyataan bahwa dulu ketika Babe bertugas di Timor Timur, nDaru musti dititipken ke opung nDaru di Tapanuli sana, karena tidak mungkin babe bertugas menjaga perbatasan sambil mengasuh 5 anaknya, sementara mami nDaru juga harus bekerja di tempat lain untuk memastikan bahwa kami sekeluarga mendapat penghidupan yang layak. nDaru juga musti menelan ludah ketika dulu mami bercerita, setiap hari beliau melihat tv dan membaca koran, hanya untuk memastikan pangkat Babe tidak naik tapi dengan tambahan Anumerta ketika bertugas di Kongo.
nDaru masih capet-capet ingat ketika dulu mami menggendong nDaru ke sebuah kantor polsek di pinggir Jakarta untuk menjemput kakak kembar nDaru yang ketangkep tawuran. Terpaksa nakal karena babe jarang dirumah untuk memberi mereka cukup ilmu kebijaksanaan. Membela bangsa toh butuh pengorbanan. Termasuk untuk tidak berada dekat dengan keluarga.
Ya..nDaru ikut hormat ketika kakak pertama nDaru disumpah menjadi kusir pesawat tempur dan mengikuti passing out parade. nDaru juga anak yang menerima bendera merah putih ketika Babe resmi dikembalikan menjadi warga biasa. nDaru merasa beruntung, meski bukan dilahirkan di keluarga yang sanggup menggelar resepsi pernikahan yang mewah dan menghadirkan presiden, tapi toh babe dan mami nDaru cukup membiayai nDaru sampe menjadi kernet insinyur. nDaru juga endak musti mengalami gizi buruk dan antri BLT.
Dari gemblengan babe itulah yang membuat nDaru endak ikut2an memboikot untuk stop membayar pajak. nDaru masih punya NPWP, meski nDaru sadar bahwa mungkin duit yang nDaru bayarkan itu mungkin bakal dikemplang sama OKNUM pegawai pajak. Saya meng-kapitalkan OKNUM karena saya yakin masih banyak pegawai pajak yang berdedikasi untuk pekerjaan mengumpulkan uang yang menjadi hak negara itu. Orang2 yang rela naek sepeda motor butut ke desa2 dan mengajari orang untuk sadar pajak. Dan nDaru yakin kok, banyak orang yang masih mau membayar pajak seperti nDaru. Dulu nDaru ikutan sebuah penyuluhan tentang pengisian SPT tahuanan, dan yang datang juga lumayan banyak. Itu bukti bahwa masih bayak orang yang sadar dan rela membayar pajak. Jadi kalok gaji tentara dan polisi endak naek sepertinya bukan karena rakyat kita endak mbayar pajak. Pasti ada hal laen.
Tentang memilih, sejak nDaru sadar bahwa ternyata banyak pemilihan umum itu banyak yang konyol, nDaru berhenti nyoblos, bukan karena nDaru mau sok sombong2an, nDaru cuman endak mau suara nDaru menjadi legitimasi yang melanggengkan sebuah sistem yang bobrok. Di kota nDaru, jalan protokol di tengah kota itu jelek banget, banyak lubang sana sini dan bergelombang, ketika mau di aspal ulang, DPRD endak setuju dengan alasan nantik yang ngaspal itu yang dapet nama, wong sebentar lagi ada Pemilukada walikota. Buat nDaru, itu sinting.
Tentang mentaati hukum. Ya nDaru berusaha taat, nDaru berusaha ikut
sidang tilang meski ternyata disana banyak kecewanya.
nDaru masih berusaha menjiwai optimisme seorang bapak paruh baya yang sukak jualan Kacang Godok di depan komplek nDaru tinggal. Meski hujan lebat dia masih berdiri di situ dan berharap ada orang datang membeli Kacang Godoknya. nDaru juga masih pengin menghayati sebuah ungkapan dari Prof. Komarudin Hidayat yang nDaru dapet dari Twitter
ya, sekecil apapun sumbangan anda untuk negara ini, tidak akan ada yang sia2. nDaru kagum dengan orang2 seperti Abang yang melanglah buana ke negeri antah berantah, membawa bendera merah putih di lengan kiri (betul ya bang? lengan kiri? Babe saya dulu di lengan kiri). Bahkan dulu nDaru ingin menjadi orang seperti abang. Tapi kemudian nDaru memutuskan untuk menjadi bagian yang lain saja. nDaru memilih untuk mencintai negara dan bangsa ini dengan cara nDaru sendiri, yaitu menjadi warga yang menjalani hidup di negara ini dengan segala sistemnya dan berkarya sesuai dengan disiplin ilmu dan talenta yang nDaru punyak.
Tapi ya, sebagai warga negara nDaru pun harus miris ketika melihat sistem pemerintahan yang seperti ini. nDaru cuma melihat bahwa pemerintah tidak punyak greget untuk segera berbenah. Ada hal baik lainnya yang bisa dikerjakan untuk negara, tapi budaya kerja pemerintah masih berputar pada birokrasi yang muter2 dan penyelewengan dana.
Terima kasih untuk mampir dan menyempatkan diri meninggalkan komentar yang begitu panjang. Salam saya dari Salatiga, kota kecil yang sejuk dan ibu2nya yang masih bingung kenapa harga cabe dan beras begitu mahal.