Jumat, 12 Agustus 2011

Mbak Darsem


Tahu kan ya Mbak Darsem? TKI yang lolos dari hukuman pancung di Arab Saudi sana kan ya? Lha, tiga hari yang lalu kalok ndak salah, nDaru nonton tipi dan liyat Mbak Darsem di salah satu setasiun tipi swasta nasional. Menurut pemberitaan setasiun tipi itu, Mbak Darsem kok kesannya kurang konsisten gitu. Dulu, pas dapet uang sumbangan dari pemirsa setasiun tipi swasta itu yang mencapai 1,2 M, dia bilang mau menyumbangkan sebagian uangnya ke keluarga Ruyati, TKI yang dihukum pancung di Arab Saudi, trus untuk beramal sodakoh, dkk. Kemaren pas tau yang disumbang cuma 20 juta, si setasiun telepisi swasta merasa apa yang disumbangkan Darsem endak sebanding dengan apa yang sudah dia dapet. Bahkan, ia dituduh bergaya hidup wah sekarang.

Wah, nDaru ngakak tenan. Kalok menurut nDaru sih, lha setasiun tipi swasta nasional itu yang lebay. Mereka terlalu reaktip menghadapi kasus Darsem. Sejak awal uang itu tujuannya untuk membantu pembebasan Darsem, tapi ternyata sudah dibayar oleh pemerentah. Lha, terus kalok duitnya itu glondongan dikasi Darsem ya sudah pasti resikonya bakal dipakek buat Darsem buat ngapain saja dong. Coba setasiun tipi swasta nasional itu mikir panjang. Jangan dikasih glondongan, tapi dibikinken usaha melalui duit itu misalnya, seperti yang dibilang oleh Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial (Kemensos), Andi Zainal Abidin di situs ini.

Ndaru jugak setuju dengan apa yang dibilang Pak Dirjen, uang yang lain kan bisa buat membantu TKI yang lain, jadi jangan dikasih semua. Lha, kalok sekarang udah terlanjur dikasihken Darsem ya jadi haknya Darsem dong. Jadi, dia mau ngapain saja dengan duit itu ya terserah dia. Kita toh ndak tahu masalah apa yang dihadapi oleh dia, dia butuh apa, utang brapa, dsb.

Ngasih bantuan sih boleh-boleh saja, malah sangat mulia, tapi mbok ya caranya itu yang edukatip. Kalok menurut gamblehan nDaru sih, setasiun tipi swasta nasional itu terlalu terburu-buru, bahkan sudah masuk ke gejala pengen nyarik popularitas. Ini lho saya bisa mengajak masyarakat membantu TKI. Hanya segitu kah? Cara seperti itu malah tidak mendidik. Jadi sekarang, ya jangan protes.

Senin, 01 Agustus 2011

Memang Keknya Negeri Para Bedebah

Wah..ndak sadar ternyata nDaru sudah absen pada pambacotan ageng di blog ini hampir satu windu. Hehehe. Naaaa, untuk ngapdate bacotan nDaru, kali ini nDaru mau nggambleh soal kasus-kasus yang lagi heboh di negara ini. Ya, memang nDaru lagi care sama negri ini. Sebenernya selalu care sih, cuma kadang agak males menoleh ke tingkah pejabat pemerentah yang ndak mutu babar blas. Tapi, kali ini, nDaru memang lagi gatel pengen ngomong soal kisruh KPK dan kasus-kasus lain yang masih anget beberapa hari terakhir ini.

Sampeyan pasti sudah ngerti kalok Nazarudin menuduh beberapa pimpinan KPK terlibat dalam suap proyek wisma atlet. Ujung-ujungnya, banyak pihak kecewa, termasuk Ketua DPR yang sampe tega ngomong kalok panitia seleksi pimpinan KPK memang ndak nemu figur pimpinan KPK yang oke, mending KPK dibubarin aja. Wah, kalok menurut ngelmu nggambleh nDaru ya, pernyataan itu kok kesannya buru-buru banget dan bahkan lebih mirip rengekan anak TK umur 5 tahun yang cengeng daripada suara seorang pimpinan yang bener-benr melek mata dan hati.

Siapa bilang ndak ada figur pimpinan KPK yang oke? Antasari Azhar itu oke, tapi karena dia oke terus dikriminalisasi. Apa DPR pernah mendesak kasusnya dibuka ulang ato ngasih dukungan dan pengawasan terhadap perkembangan kasusnya? Endak tuh! Lha, terus sekarang mau gimana? Kalok pimpinannya oke dikriminalisasi, kalok ndak oke disuruh bubar. Lha rak gemblung to?

Yang mau nDaru tekankan disini adalah negara ini sebenernya kebanyakan pejabat pemerentah yang munafik dan ndak konsisten. Pertama sih koar-koar bilang ayo berantas korupsi terus membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi. Eh, setelahnya justru lembaga ini malah diserang sama pejabat-pejabat pemerentahan laennya yang ndak mau korupsinya ketahuan dan ndak mau dihukum gara-gara itu. Ya sama aja. Pembentukan KPK cuman sekedar dijadikan alat pencitraan kalok negara serius memberantas korupsi, tapi kelakuan pejabat pemerentahannya ndak berubah. Tetep aja korupsi dan malah lebih kreatip, soalnya gimana caranya tetep korupsi tapi bisa menglabui KPK.

Ayo dong Pak Ketua DPR, mbok diliyat lagi duduk persoalannya. Kalok dia bener-bener Ketua DPR yang memang memimpin perjuangan aspirasi rakyat, harusnya dia bisa melihat sumber dari segala masalah di negri ini adalah ketidakkonsistenan mereka yang menjalankan roda pemerentahan dengan segala perannya. Jadi, ndak adil kalok KPK yang dilimpahi segala kesalahan kegagalan pemberantasan korupsi di negri ini. Gimana mau berhasil kalok mau nangkep koruptor tapi pejabat pemerentah lainnya malah melindungi? Gimana KPK mau berhasil memberantas korupsi, kalok DPRnya masih korupsi, mentrinya dan MA dan berani mengeluarkan hukuman berat bagi koruptor, dan presidennya ndak membuat perubahan sistem sekaligus berani tegas sama kasus-kasus korupsi.

Coba kita amati lagi. Negara kita tergolong negara yang sistem pemerentahannya boros, sukak muter-muter, dan ndak jelas tujuannya. Di satu departemen pemerentah saja misalnya, ada berapa anak departemen yang diisi oleh PNS-PNS? Kemenpora masih punyak Badan A, Badan B, Badan C, dst. Belum lagi, ngurusin mafia pajak saja presiden musti membentuk Satgas Anti Mafia Hukum, ngurusin TKI juga lagi-lagi membentuk Satgas. Logikanya, kalok dengan sebegitu banyaknya badan-badan di bawah departemen, harusnya segala urusan dan kasus di negara ini beres dong. Kasusnya Bank Century bakal sudah closed sekarang. Masyarakat Porong, Sidoarjo sekarang juga sudah dapet ganti rugi dan bisa hidup dengan layak kembali. Tapi ya, sekali lagi, karena para pejabat pemerentah itu ndak ikhlas bener buat kerja dan sibuk nylametin mukak mereka yang ndak kece, jadinya semua kasus itu hanya muter saja. Sementara, kalok dikritik, presidennya langsung nesu, nuduh media terlalu kejam. Bahkan, ajudannya yang paling setia ikut-ikutan nantang media.

Jadi ya, menurut gamblehan nDaru sih, ndak usah ngarep negara ini maju kalok pejabat pemerentahannya masih bermental tempe seperti itu.