Jumat, 30 April 2010

Etika di Dunia Maya

Semalem tetangga nDaru curhat. Beliau sebel sama temen sekantor gara2 dikeritik soal kesalahan kerjanya. Yang bikin males, kata si tetangga, temen sekantor tersebut mengkeritiknya di situs pertemanan Twitter. Oh..curhat di Twitter! Embak yang satuh inih jelas endak terima disindir di Twitter, soalnya kata dia, ituh sudah masuk ke kategori pembunuhan karakter. Enggak seharusnya temennya mengumbar cerita sebal pribadi ke khalayak umum di Twitter begituh. Pas nDaru tanyak, "Emang temen embak nyebut nama embak gituh?', beliaunya menjawab, "Endak. Lha, tapi temen2 sayah sekantor kan pada tau to". Owalah..cumak nggrundel to!


Terus, ocehan si tetangga berlanjut ke persoalan etika, bagaimana orang seharusnya beretika di dunia maya. Nulis boleh lah, tapi mbok ya jangan maen nyindir ma ngunek2ke yang laen gituh. Sebisa mungkin, persoalan sebal pribadi endak usah diumbar ke muka umum. Itu endak sopan namanya.


Walah2. Kok nDaru merasa tetangga nDaru ituh sedikit berlebihan yah. Kalok nDaru yang disindir di Twitter atok Fesbuk gituh ya luweh2 wae. Lha sekarang duniya ituh sudah berubah je. Kalok kita sudah punyak akun fesbuk ato secara resmi berkelana dalam dunia maya, kita sudah harus siyap menghadapi orang-orang yang menghujani kita dengan kritik dan ditampilkan di akun maya jugak. Janganken di dunia maya. Di kehidupan nyata sajah kita berhadapan dengan orang yang suka nggrenengi kita di belakang. Jadi, buwat nDaru, mau di dunia luna ato maya, eh nyata ato maya, silakan mengkritik, silakan nggrundel, silakan curhat, silakan berekspresi. Ituh resiko orang hidup.


Lagipula, endak usah heran kenapa budaya nggrundel dan nyindir di negri inih begitu kuwat. Ya, soalnya memang budaya Indonesiya ituh mengkondisikan orang-orang di dalemnya buwat jadi tukang nggrundel dan tukang nyindir. Ngomong secarak terus terang endak diberlakukan di sinih, saru katanya. Jadi, kalok banyak orang nggrundel di belakang kita atok nggrundel di situs pertemanan atok blog, yaaa itu membuktiken kalok orang yang nglakuin orang Indonesiya asli. Hehehehe. Tapi parahnya semuaaa disalahken. Nyindir ato nggrundel salah, lha apalagi ngomong terus terang, tambah babak belur lagi. Padahal, di negri inih sudah jelas-jelas ada undang-undang yang menjamin "kebebasan berserikat dan berkumpul, menyatakan pendapat, dsb".


Kalok menurut nDaru sih, apa yang dikerjakan oleh teman sekantor tetangga nDaru ituh bukanlah sebuah tindakan kriminal membunuh karakter seseorang kok. Orang boleh curhat, dan curhatannya soal hal jelek tentang seseorang jugak boleh. nDaru kan juga sering nulis hal-hal yang endak melulu buwagus. Tapi, endak berarti tindakan seperti ituh bermaksud untuk menyebar kebencian. Kadang, kita harus belajar dari hal-hal yang endak buwagus ituh. Lagiyan, asal pakek bahasa yang halus, endak nyebut merk (inih lagi budaya negri tercintah), dan dikerjakan jugak dengan niat endak jelek2kin yaaa boleh2 sajah dikerjakan.


Lha, masih untung kita hidup di negri yang mengharamken keterbukaan. Coba kita liyat negri Paklik Sam sana. Orang bisa seenaknya nggambleh dan nggrundel. Sutradara brewokan Michael Moore pernah mbikin film dokumentasi berjudul Fahrenheit 9/11 yang isinya mengkritik abis-abisan Presiden George W. Bush, lebih spesifiknya soal ketololan Bush di invasi Irak dan kecurigaan ada hubungan antara keluarga Bush dan dedengkot teroris serangan 11 September. Bayangken, nama Bush jelas-jelas disebutken Pak Michael di filmnya, masih ditambah omongan pedes, "Shame on you Mr. Bush!". Apa beliau dipenjara? Endak! Malah disuruh ngomong disana-sini. Coba, orang Indonesiya nyebut gituh ke presidennya, bisa-bisa masuk bui dan kena pasal pencemaran nama baik. Mbah Pramoedya Ananta Toer sajah nulis Arok dan Dedes langsung dikirim ke penjara sama almarhum Pak Harto, dituduh menghina presiden, padahal endak ada satu pun bagian buku yang nyebut profil Soeharto.


Eh, malah jadi melebar tulisan inih. Balik lagi ke persoalan etika di dunia maya, memang ada beberapa hal yang tetep harus diperhatikan kalok orang mau nggambleh. Yang sudah jelas sajah lah. Kalok nulisnya pakek majas sarkasme, terang-benderang nyebut nama, dan isinya jugak jorok ya pasti ituh endak sopan. Jadi, etika yang seperti apa, kita semua sudah tahu batas-batas apa yang seharusnya tidak perlu kita langgar. Tapi, selama kita mau berekspresi secara murni, ya silaken. Kalok endak mau disindir di dunia maya, putus saja jalur internetnya, beres to!


Kamis, 29 April 2010

Sekolah Internasional a la Indonesia

hehehe...postingan nDaru kali ini terinsepirasi dari postingannya mastein yang di blog sebelah tentang sekolah bertarip dan bertarap internasional yang lagi marak. Padahal di negri tetangga kita, sedari jaman Doraemon masih ngetop jadi pelem anak2 terlaris, hampir semua sekolah sudah menerapkan standardisasi Internasional. Dengan kata lain, kita ini ketinggalan jamban, eh jaman.


nDaru baru tau kalok ternyata sekolah bertarap internasional itu ternyata program dari diknas jugak. kalok memanglah demikian adanya, ada hal entah penting entah endak penting yang endak gitu terpikir oleh diknas. diknas endak membuwat semacem setandard mengenai sekolah internasional itu, jadi, sepengetahuan ndaru, yang kekmana itu sekolah internasional? apakah sekolah dengan bahasa internasional? apakah sekolah yang taripnya mahal? ketidakadaan setandard inilah yang menjadi biang kerok sekolah2 berlomba2 buat jadi berstandard internasional, yang ujung2nya apa? DUID LAGI DUID LAGI.


Lha, malah jadi semrawut lagi to sekarang. Sekolah-sekolah pada berlomba buwat punya label rintisan sekolah berbasis internasional, calon sekolah berbasis internasional, dsb, sementara tidak ada kejelasan mengenai keinternasiyonalan mereka. Sekolah berbasis internasiyonal kok metode pengajaran yang dipakek masih makek metode jaman Panglima Polim SD. Sekolah berbasis internasiyonal kok guru-gurunya masih suka telat ngajar. Jadi, sekali lagi harus ada standard dan sistem yang benar-benar jelas tentang kualifikasi sekolah berbasis atok bertarap internasiyonal ituh, ya termasuk kurikulum, kualifikasi pengajar, penilaian, dsbeh.


Dulu jaman nDaru kelas 3 SD, kebetulan nDaru pernah ngicipi sekolah di Manila waktu ikut babe nDaru juwalan jamu gendong di Philipina. nDaru masuk sebuah SD yang setaraf SD Inpres di Indonesia malah, tapi pelajarannya sudah memakai bahasa inggris, pelajaran bahasa inggris juga diajar oleh orang bule, bahkan raport dan ijazahnyapun sudah ada terjemahan bahasa inggrisnya, padahal itu masih tahun 90an. DAN SEKOLAH DISITU GRATIS, hanya untuk ekspatriat –walo tampang nDaru mentok kampung waktu itu juga diitung ekspat hehehe-- dikenakan biaya pendaptaran, ndak tau brapa..jaman itu nDaru endak kepikiran soalnya, mungkin kalok waktu itu kepikiran hari ini mau nge-blog, nDaru catet tuh biaya pendaptarannya. Lha ituh, negri tetangga Philipina sajah sudah mulai nginternasiyonal dari duluh dan sistem yang dipakek jugak jelas. Terus, sekarang yang terjadi di negri tercinta inih sebenernya ngarahnya mau kemana?


Nah, femonena yang endak jelas macem begituh malah menyengsarakan jutaan anak sekolah di negri inih. Secara tidak sadar, ketidakjelasan ituh malah mengubah paradigma orang bersekolah. Di Indonesiya inih, kalok Anda endak sekolah, dijamin endak bakal dapet kerja, kecuwali bapaknya punya pabrik tahu sendiri, bisa nerusin usaha atok bapaknya jadi petinggi dimana gituh anaknya bisa ditarik ke tempat yang sama, kan enak endak usah susah2 nyarik pekerjaan. Naa, semakin mentereng bekas sekolah yang dimasuki semakin besar jugak peluwang dapet kerja. Mahasiswa lulusan program reguler dipandang lebih endak gawul daripada mahasiswa lulusan program internasiyonal. Padahal, yang dikerjakan saat kuliyah jugak endak beda, sama saja.


Menurut apdetan nDaru via Google dan Metro Tv, angka kelulusan anak SMA tahun ini menurun 10 % dibanding tahun yang lalu. Jika boleh menarik kesimpulan ngawur, bolehlah kiranya fenomena ini merupakan pertanda mulai menurunnya minat anak2 Indonesia buwat sekolah. Jika endak ada wajib blajar 9 thun dari pemerintah, jika nyarik kerja cumak butuh KTP..Kira2 anak2 usia sekolah itu pada minat sekolah endak ya? Coba kita Tanya lagi, para penerus bangsa ini sebenernya memang bener2 minat mau sekolah ato cumak terpaksa sekolah biar bisa ndaptar PNS? Paradigma yang selama ini beredar di masyarakat kita adalah bahwa tujuan sekolah itu mau nyarik kerja..ya ndak? padahal sekolah itu ya sekolah aja..

Senin, 26 April 2010

Lhaaaaa…rak tenan!

Ituh frase keluar dari mulut nDaru begitu sajah saat nDaru nongkrongin berita di tipi dan tersebutlah oknum tipi nasional yang merancang pengakuan markus palsu dalam salah satu acara mereka. Sejak awal polisi memberitawu kalok mereka menangkap markus palsu yang tampil memberikan pengakuan palsu jugak di salah satu tipi nasional, pikiran nDaru langsung tendensius ke arah tipi yang satu ituh. Pasti Tipinya Oom AbBe yang merancang semuanya. Besoknya, eeee…lha jebul tenan!


Dari awal tipih itu mengudara di dunia pertelevisian negeri tercinta inih, nDaru sudah sebel. Sebel melihat program-programnya yang meniru jelas-jelas stasiun tipi berita pertama di Indonesiya, itu lho..tipinya pak brewok. Lebih sebel lagi menyaksikan tingkah polah para anchornya yang sok galak, sok kritis, sok yes, padahal mereka tak ubahnya seperti lakon nyinyir di pentas pinggir kali yang endak tawu pokok permasalahan. Seperti yang sudah nDaru tulis duluuu, anchor2 di tipi inih selaluh memotong pembicaraan narasumber, laluh tetep bertanya berdasarkan list mereka, tanpa memperhatikan jawaban si narasumber. Jadi, kesimpulan diskusi hari ituh pokoknya harus samah dengan yang sudah ditentukan tim redaksi.


Sikap yang selaluh menyetir itulah yang membuat nDaru emosi mengikuti acara newsnya Tipi ituh. Makanya, tiap sore, nDaru paling anti mencet tombol remote nomor 14, soalnya kalok nonton news-nya Tipi ituh bisa-bisa nDaru kenak setrok dini, lha wong kadang di kantor sajah sudah banyak yang membuat jengkel apalagih ditambah ngliat anchor2 Tipi itu yang petingkahan.


Tapi toh, entah mengapa Komisi Penyiaran Indonesiya tidak menegur tipi ituh. Padahal, sudah kelihatan mata bagaimana mereka merancang berita asal-asalan. Jurnalisme diibaratkan seperti bisnis informasi sajah. Yang penting ngluarin cerita terheboh, dibumbui kehebohan para pembuat berita itu, trus masyarakat ikutan heboh, bahagialah mereka karena tipi mereka ditonton banyak orang. Lha kalok begitu endak usah ada program setudi Jurnalisme ato Media. Preman pinggir jalan diciduk lalu dilatih satuh minggu jadi kurir berita jugak jadi, endak perlu nyari sarjana ato master jurnalisme ato mediya. Ituh nDaru simpulkan sendiri melihat orang sekelas Karni Ilyas dan Indi Rachmawati yang sudah malang melintang di dunia telepisi begitu mudahnya mengerjakan hal tolol untuk merekayasa berita.


Mungkin karena yang punyak orang paling kaya di Indonesiya, KPI jadi sungkan ya. Naaa, setelah kejadian kemaren, nDaru bertanya-tanya apa bener KPI akan mencopot pemred berikut anchor yang menghubungi markus palsu tersebut buwat tampil purak-purak sebagai markus. Katanya sih begitu, tapi endak tawu setelahnya. Soalnya, yaaa, orang kaya itu mau dihalang-halangi jugak susah. Kalok sayah kaya, sayah mau bikin tipi yang paling amburadul sekalipun, yang berpotensi merusak pola pikir masyarakat yaaaa terserah sayah, wong sayah kayak ok.


Sunggu sangat prihatin-able kalok yang dibilang Elliot Carver, si pemilik Carver Media Group, itu lho, tokoh fiksi buwatan di pelem jemes bond di seri tomorrow never dies, bener2 terjadi..orang endak perlu menguwasai militer buat meng-okupasi sebuah Negara, orang cumak perlu menguasai..Media

Rabu, 21 April 2010

Selamat Hari Kartini

Kali ini nDaru mau nggambleh ngoyo woro soal current issue yang sebenernya gak issue-issue amat. Soal Hari Kartini, dimana banyak anak SD ke sekolah makek bajuk adat, termasuk di SD tempat nDaru sok-sok'an mbantuin jadi guru komputer. Kartininan mereka bilang


Sebenernya kenapa sih musti ada Hari Kartini segala? Kenapa jugak namanya musti Hari Kartini? Bukannya nDaru mau sirik sama Ibu Kartini, toh nDaru jugak menghormati segala jasa dan upaya beliau, yang MUNGKIN kalok beliau endak pernah lahir, nDaru hari ini masih nongkrong di dapur nyulek2 pantat ayam. Tapi mengapa 21 April ini endak disebut Hari Emansipasi Wanita? Ya sudah..bukan etimologi Hari Kartini yang mau ndaru gamblehkan disini. Tapi lebih ke peran wanita itu sendiri. Sudah ter-emansipasikan-kah semua wanita di negeri ini?


Beberapa waktu yang lalu. nDaru mbaca 2 blog. inih --gawat lupa linknya--dan inih, yang pertama isinya tentang wanita ideal buat sang penulis, dan yang kedua seperti sebuah sanggahan buat blog yang pertama. Blog pertama menyebutkan bahwa wanita ideal itu musti cantik, bisa dandan, pinter masak -- masakan berkelas tentunya, bukan cumak nasi goreng aroma ngalor ngidul-- Seperti Farah Quinn itu lah. Jujur deh *mumpung ini blog pribadi, jadi boleh berasumsi dan tendensiyus* Saya agak-agak gimana gitu dengan stereotiping sang penulis. nDaru lebih cenderung bersetuju dengan pendapat mbak pit bahwa cewek musti pinter masak kalok disebut kodrat itu nonsense..Kodrat cewek itu kalok menurut nDaru, contohnya: Cewek mengandung, melahirkan, menyusui. Itu kodrat, hal yang endak bisa dan endak mungkin dilakukan oleh cowok. Bahwa pinter masak dan musti kece 24 jam itu asumsi dan budaya masyarakat yang membuatnya menjadi kodrat. Ini kalok menurut nDaru lho ya..tentu dengan tetap menghargai para pria yang mendewakan kecantikan dan kepandaian memasak dari para wanita.


Semua sebenernya balik lagi ke masalah mental, bagaimana para wanita yang sudah di emansipasikan ini bisa nunjukin kalok mereka memang pantas dan berhak di emansipasikan, indikasinya tentu bukan sekedar bahwa wanita itu bisa kerja seperti pria dan lalu seenak jidat dan meninggalkan peran sebagai wanita itu sendiri. Memasak memang perlu, tapi bukan karena kodrat, tapi lebih untuk pengontrol kesehatan, disamping yang utama, kata mbak pit, alasan ekonomi. Jaman sekarang, warung mana sih yang endak pakek vetsin? Jadi modal kece dan pinter masak juga musti dilengkapi dengan isi jidat yang smart. Taroklah si wanita endak bisa masak, tapi minimal tau komposisi makanan sehat itu yang kekmana. Tau jugak kekmana dia mengatur kocek biar badan tetep sehat tapi kantong gak cepet tiris karena gak bisa masak.


Butuh refleksi memang, biyar para wanita ini semakin bisa bener2 diliyat bukan cumak sebagai pelengkap dunia sehingga perlu di emansipasi-in. Tapi bener2 terlihat punya peran. Punyak mental seperti Jordan O'Neil, tau ya? Kalok endak silakan brosing di mbah google. I can do what mens does. Bukan berarti mengambil alih tanggungjawab dan peran laki-laki secara frontal ya..Tapi jaman ini membutuhkan wanita yang tahan banting dan endak cengeng. Mungkin nDaru endak gitu nge-fans sama presiden wanita kita di periode yang lalu, nDaru juga endak gitu suka dengan kebijakan beliau, tapi seenggaknya, endak kek presiden yang sekarang yang dikit2 ngeluh<---ini kata Butet Kertaredjasa lho. Dan juga, mampu lepas dari ketergantungan finansial sama para laki-laki, bohong besar jika Nia Ramadhani menikah dengan Ardhi Bakrie murni karena cinta..Pasti ada motif finansial disana, nDaru endak yakin jika dunia ini terbalik, dan Om AbBe bapaknya Ardhie itu yang jadi korban lumpur lapindo..Masihkan akan ada pernikahan Nia-Ardhie? GOMBAL MUKIYO!!!


nDaru endak anti dengan segala emansipasi dan segala tetek bengek tentang persamaan gender, tapi ya akan jadi omong kosong kalok kita para wanita2 yang sudah di emansipasiin sama R.A. Kartini ini cumak punyak mental tempe tukang porot dan babu di rumah. Meski R.A. Kartini di kloning sampek seribu orang jg gak ngaruh.






Jumat, 16 April 2010

Seperti dalam cerita "Bukan Pasar Malam"


Tulisan ini merupakan kelanjutan dari gamblehan nDaru tentang pengalaman seseorang di Universitas Nganu, tepatnya di Program Setudi Pendidikan Guru Sekolah Mbelgedes yang sudah Ndaru posting bulan lalu. Kalok liyat judulnya, itu nDaru ambil dari novelnya Pramoedya Ananta Toer. Soalnya, kisah seseorang ini hampir sama dengan alur cerita novelnya mBah Pram itu.

Pada awalnya, kami berduwabelas datang berduyun-duyun seperti rombongan penikmat pasar malam yang selaluh datang bergerombol. Sebelas asisten dan satuh tenaga administerasi. Sayah masih ingat hari ketika kami mengikuti orientasi Asisten Program Setudi Guru Sekolah Mbelgedes. Layaknya orang baru, kami saling berkenalan dan seperti satu visi buwat bekerja demi kebaikan guru-guru sekolah negeri inih. Sayah endak menangkap sedikitpun bayangan keserakahan ato ambisi pribadi tertentu di mata sebelas orang lainnya yang duduk mengitari sayah.

Kami pun menempati satuh ruangan besar yang merupakan bekas tempat orang bereksperimen. Ruangan ituh cukup luas, tetapi meja-meja dan kursi-kursinya tidak mirip seperti kantor sungguhan. Ndak papalah, yang penting bekerja sajah. Tempat itulah yang jadi sangkar sebelas asisten, termasuk sayah, tempat kami saling mencurahkan segala kekuwatiran dan kebungingan menjalanken peran kami sebagai asisten. Ada kalanya, kami inih melebihi dosen. Lha mosok di perkuliahan Program Setudi Jarak Jauh Banget (PJJB), ada satu kelas yang sayah asisteni, semuaaaa sayah yang bekerja. Dari menyelesaikan ngajar materi kuliyah, mbikin materi buwat mahasiswa, ngoreksi tugas mereka, laluh menentukan nilainya. Eh, yang dapet duwit di akhir perkuliyahan ya dosennya. Cen a** tenan kok! Tapi, ada kalanya jugak, kami endak lebih dari babu para dosen yang harus menjalankan tugas-tugas administerasi mereka.

Di masa-masa awal ituh, layaknya dunia pasar malam dimana orang-orang berduyun-duyun datang, kami juga berduyun-duyun bekerja bareng-bareng, saling menopang satuh sama lain, membuat gerakan saling mendukung. Semua ituh dikerjakan karena kami mulai gerah dengan keberadaan kami yang ternyata tidak dikehendaki oleh oknum-oknum tertentu. Pernah, kami diusir dari rapat program setudi oleh seorang pembesar di sana dengan alasan kasar, “Lha kaliyan ituh siapa?”. Sistem penggajiyan yang tidak jelas memang membuat kami marah, tapih kami sama2 sepakat buwat bersabar. Kami sama-sama marah ketika ada satu asisten yang sakpenake dewe, seperti kerja di tempat simbahnya. Kemudiyan, kami merancang kantor kami sendiri, mengubah laboratorium usang menjadi tempat yang (agak) layak untuk dihuni segerombolan manusiya yang katanya punya tugas mengajar ratusan kepala calon guru. Semua berjalan seperti dunia pasar malam, berduyun-duyun tertib mengisi daptar absen, berduyun-duyun saling melengkapi.

Tapi, selanjutnya, ketika dinamika dan godaan datang, terbuktilah perkataan novelis legendaris Indonesiya tercinta, Pramoedya Ananta Toer, bahwa manusia ituh bukan pasar malam, tidak berduyun-duyun lahir lalu berduyun-duyun mati. Semakin jelaslah siapa yang menyimpan ambisi tertentu dan menjadi sakpenake dewe. Mereka yang ternyata hadir di kantor itu karena hubungan darah yang tak terbantahkan semakin congak mengambil segala jenis pekerjaan dan proyek, merasa aman dengan posisi yang sudah dipatoki pring sama bapak-bapak mereka. Lalu, endak ada lagi empati ke teman-teman lain, termasuk sayah yang dicap sebagai saingan terberat meski sayah juga ndak mudeng sayah perlu menyaingi mereka dalam hal apa. Ada diantara kami yang memilih untuk menjadi babu sejatinya para dosen, mengerjakan apapun yang mereka minta sampek harus opnam di rumah sakit, kekeselen. Ada yang diam-diam berusaha menjilat bokongnya petinggi dengan mengikuti program beasiswa yang katanya “bisa menjadi jalan buwat andah masuk ke sinih”. Ada yang mutung, tapih tetap tidak bisa menunjukkan ketidakberdayaannya sehingga masih manut-manut sajah.

Sayah sendiri? Sejak awal, sayah memang sudah seperti anjing sayah di rumah yang sensitif sama orang-orang ato bau-bau yang endak bener. Sayah kukuh bilang endak terhadap segala peraktek yang merugikan moralitas sayah sebagai pengajar calon guru. Saya ndak tau itu cuma idealisme semata, tetapi sayah mantap menjalaninya. Sebagai konsekuwensi, sayah berjalan sendiriyan, menjadi pengangguran di kantor yang lebih sering menghabiskan waktu di luar kantor sambil belajar dan berkreyasi sendiri sajah.

Duniya pasar malam itu runtuh seketika. Masing-masing berpikir kebutuhan dan nasibnya sendiri. Dan, mereka yang sudah merasa aman dengan posisi karena keberadaan bapak-bapak mereka menegakkan kepala bagaikan puteri mahkota, lalu dengan cepat lupa terhadap segala janji dan komitmen yang mereka gaungkan dulu. Sayah ingat bagaimana mereka mengkritik sistem kurikulum program setudi ini, sikap dosen-dosen yang endak berkomitmen sama ngajar dan mementingkan proyek ratusan juta rupiah, juga suasana pembelajaran yang kuno. Eh, sekarang mereka munduk-munduk di depan para dosen.

Seperti tokoh Bapak dalam novel Bukan Pasarmalam ituh, sayah juga kecewa melihat polah tingkah teman sekompariot sayah yang berebut kursi dan duwit. Sayah memang tidak seperti dua teman sayah yang saking kecewanya laluh mundur dan mencari pekerjaan lebih layak. Sayah masih mempertahankan harapan untuk memetik buah dari benih yang saya tanam, tapi sayah juga endak mau sakit TBC seperti Bapak dalam novel Pasarmalam itu. Sedapat mungkin sayah menganggap pengalaman inih sebagai pelajaran untuk tidak melupakan dunia pasar malam yang kadang harus diterapkan dalam hidup. Lainnya? Ha preekkkk!


Jumat, 09 April 2010

Aneh..aneh..dan Lagi Lagi Angeh

Postingan nDaru kali inih berbau tendensius dan subjektifitas tingkat tinggi, maap kalok ada yang tersinggung dan ngerasa kesindir.



Duniya inih aneh. Begitulah pikiran nDaru akhir2 inih. Coba Anda silakan bayangken. Ada orang lulusan D3 Komputer tapi endak bisa benerin komputer, ada lulusan S1 Teknologi Informasi tapi endak mudeng ngetrace alamat net tertentu, ada lulusan S1 Ekonomi murni ngajar di sebuah program setudi guru sekolah dasar karena ada bapaknya disana. Lebih aneh lagi, mereka bisa selamat sejahtera sentosa di kantor mereka masing-masing, tanpa kerja keras, datang duduk dan fesbukan (lagih2 benda inih!), gajiyan juga lebih gede, pulang bawak proyekan banyak. Mereka seperti ituh karena gelar yang sudah melekat di nama mereka, juga karena hubungan pribadi yang tak terbantahkan. nDaru ndak lagi sirik, tapi fakta membuktikan.



Tapi, ada orang yang bener2 punya sekil dan kecakapan yang buwagus, sikap simpatik dan menghargai pekerjaan berikut orang2 di dalemnya, endak bisa dapet kedudukan di pekerjaanya, cuman karena latar belakang pendidikannya nyrempet jawuh dari yang seharusnya tertulis. Bukti nyata bagaimana orang itu selama ini bekerja berikut berbagai trening dan pelatihan (sama saja ya) yang sudah diikuti endak bisa menjadikan atasannya -yang katanya lulusan luar negeri- melek melihat apa yang sebenernya terjadi.



Ada lagi nih. Orang goblok ditambah tampang juwelek (hehe, kalok ini apesnya dia), naaa bisa dapet kesempatan di kantornya cuman karena dia bakat bergulat lidah, jadi penjilat bosnya, endak peduli berapa kali bos ganti pokoknya dijilat teruuus (sampek endak tawu mana yang dijilat ya). Sudah kelihatan kalok kerja juga endak becus. Jadi ceritanya, ini ibu dosen. Kalok ngajar dodol, pengetahuan rendah, naaaa bikin kebijakan jugak seenak perut sendiri. Trus, ibuk ini dengan segala daya upaya berusaha menjilat pantat pimpinan buwat ngrayu disekolahin di ostrali sono. Pimpinan bilang oke, ternyata endak lulus tes. Trus, dia nyarik beasiswa yang bisa ngasih duwit milyaran buwat sekolah di ostrali. Eh, pakek cara menjiplak thesis seseorang di internet segala. Untung, Tuhan itu endak tidur, wong beliyonya langsung ketahuan trus dibleklis. Endak tawu kenapa si ibuk mupeng banget ke ostrali, mo kawin sama kanguru mungkin ya.



Orang-orang lain yang punya kemampuan dan kecerdasan masih harus bersabar buwat dapet kemapanan. Saben ari mereka kerja dengan rasa was-was, apa lagi yang akan dikerjakan oleh para bedebah tolol yang beruntung dan endak tau malu itu. Lha, parahnya lagi, apa yang dikerjakan segerombolan orang tolol itu selalu dibenarken oleh para pembesar institusi. Salah ya dibela2in, bener dikit aja langsung dipuji2. Sementara mereka yang nDaru sebut belakangan itu? Harus bener2 menguras otak dan keringat supaya bisa memenuhi kriteria pembesar.



Logikanya, yang bekerja baek pasti dapet kebaekan, yg jelek ya dapet kejelekan. Tapi toh, memang duniya itu bukan surga. Tidak ada kesempurnaan disini. Kalok mau sempurna ya adanya di surga (katanya). Dan, memang otak cerdas dan kemampuan yahud bukan jaminan orang sempurna. Begitu juga orang pinter dan baek endak cukup dapet satu dua tiga kali ujiyan, mungkin berkali-kali supaya mereka jadi orang yang bener2 baek dan menghargai hidup.

owalah..facebook to

Sebenernya, nDaru sudah lama sekalih pengen nggambleh masalah ini, satu benda yang disebut temen nDaru a cute little thing we call facebook. Kalok mbak Pito prihatin dengan keberadaan facebook yang disalahkaprahkan untuk melecehkan anak-anak, nDaru bakal mengulas soal keprihatinan nDaru tentang keberadaan facebook secara umum ya. Ituh gara2 nDaru sebel liat tingkah temen sekantor nDaru yang endak bisa lepas dari facebook. Dateng jam setengah delapan pagi, embak jomblo satuh inih langsung duduk di kursi kebesarannya, trus buka facebook. Kegiatannya sudah pasti nguthek-nguthek akunnya, aplot fotonya yang endak keren babarblas, narsis ndeso dan sok gawul yang dipotret pakek kamera punyak kantor, trus komen-komenan sambil ngakak2 sendiri (sampek kami mikir embak ituh harus dibawa ke Institut Lali Jiwo kali). Giliran kerja, beliau inih suka sekali menghindar. Bilang sibuk lah, padahal kerjaannya cuman ngedit potonya, tar diaplot, edit lagih, aplot lagih, dan lagih. Eh sekalinya kerja kerjaannya endak beres n belepotan sanah sinih. Wes to kalok orang njeporo bilang orang inih “imbecile” tingkat akut


Temen nDaru yang satu lagi berantem sama istrinya gara2 maniak ceting. Kegemaran baru inih dia dapet gara2 maniak sama facebook juga. Disana, dia ketemu lagi sama temen2 lamanya, tak terkecuwali mantan pacar dulu di jaman bahulak. Selidik punya selidik, mereka sebenernya sempat menjalin hubungan yang cukup seriyus, sampek mau nikah, tapi ditolak sama bapak pacarnya jadi harus bubaran. Naaa, ketika ketemu lagi di facebook, semua kenangan jaman King Kong masih balita itu muncul. Dari awal cuman sei hai, lama2 jadi ngobrol banyak trus saling bertukar alamat email dan ceting.


Malah, temen nDaru inih bela2in mbeli hape yang bisa dibuwat ceting, dan fesbukan, biyar bisa konek sama mantan pacarnya itu siyang malam. Tiap Sabtu alesan ke istrinya lembur, padahal ceting di kampus (kan gratis, cepet lagi koneksinya). Lama-lama, istrinya curiga dan menginterogerasi. Berantemlah mereka, cukup hebat dan cukup seru buwat dijadiin satu episode sinetron ato tinju mungkin.


Kalok nDaru lihat ya, banyak orang yang mendewa2kan facebook. Nongkrong di depan komputer berjam2 juga dilakoni, asal terus konek dengan facebook. Sayangnya, keberadaan facebook inih buat sebagian orang sudah jadi soulmate yang tak terpisahkan. Apa-apa ditulis di situh. Bangun tidur bikin posting “Slamat pageee duniaaaa”. Tar siang bikin lagi “Lunch yukkk”. Trus malem diakhiri “Met malem semua”. Ituh setengah mending ya, tapi ada yang selaluuuu laporan ke facebook apa yang dirasakannya. Bahkan, mengumbar emosi norak ria disana, endak peduli itu area terbuka bagi semua mata yang melihatnya. Lah, jadi gawat to, soalnya mereka mikir hidup cuman di facebook sajah. Segala hal dicurhatin di facebook, bikin lupa ada orang di sebelah yang lebih nyata, yang lebih manusiawi buwat disapa dan diajak ngomong. nDaru yakin kok, mereka endak cuman satu duwa jam sajah nongkrong di facebook, pasti berjam-jam. Lalu, berapa waktu buwat manusia laen yang bukan ada di facebook?


Lebih norak lagi, kebanyakan orang pengen tampil sempurna di facebook. nDaru belon pernah nemuin satupun foto yang dipajang di facebook itu foto orang lagi ngiler ato lagi u tiga (uthik2 upil red). Semuaaa pasti yang lagi rapi, cantik, ganteng, dan ditambahi efek yang luar biyasa dari photoshop, corel draw, ato yang laen. Trus, ikutan semua kegiatan di facebook juga yang keren2, punya rumah di facebook, atau perkumpulan apa sajah lah, pasti yang keren. Endak ada yang pengen tampil jelek disana. Semua serba keren dan sempurna.


Di facebook, orang juga dengan cepet jadi manusia yang serba tanggap, serba care. Pas ada kasus Prita Mulyasari langsung jadi simpatisan yang mendukung Gerakan Dukungan ke Prita Mulyasari. Ada juga ajakan Save the Earth, Save the Nation, ato Save2 laen. Lha, terus so what?? Terus kenapa? Kalok nDaru udah klik di situh dan setujuh, terus ngapain? Apakah nDaru melakukan tindakan yang nyata? Kalok nDaru ngeklik setujuh ikut gerakan Save the Earth misalnya, tapi tar pulang nDaru buwang sampah sembarangan ya endak ada bedanya to. Lebih konkret kalok nDaru menghemat listrik atok buwang sampah dengan bener, keknya bumi lebih terselamatkan biarpun cuman 0,0000001 persen sajah. Banyak yang ngikut acara2 kek gituh, tapi keluar dari warnet, ato setelah log out dari facebook, ada simbah2 kelaperan endak mau nolong. Coba tanyak orang2 yang suka ugal2an di jalan itu, punya facebook endak mas/mbak? Ikutan gerakan anu? Pasti pada jawab iya. Facebook mereka pasti heboh.


nDaru endak anti sama facebook ya. nDaru toh punya akun facebook dan berkreasi juga disanah, meski endak serajin yang laen. nDaru cuman merasa kalok ada baeknya kita mulai belajar bijak, belajar waspada untuk memperlakukan benda bernama teknologi, endak terkecuwali facebook ini. Okelah, facebook berguna buwat menjalin komunikasi dan menjaring informasi secara luas, tapi jadi norak kalok facebook bikin kita lupa jadi manusia yang butuh saling menyapa dan menghargai, butuh ketemu mata sama mata, butuh tindakan nyata endak cuman sekedar tulisan saya ikut mendukung lalu titik. Jadi aneh jugak, kalok kita berusaha hidup di facebook, karena namanya manusia ya hidupnya di atas tanah, di atas bumi, dan bumi itu punya dinamikanya sendiri. Ada alam, ada sesame manusia, ada tumbuhan dan tetek bengek laennya. nDaru endak keberatan kalok pada mau curhat2an di facebook, tapi mbokyao endak tiap hal dibagi, bahkan secara vulgar. Apa itu endak saru? Apalagi akun kita inih bakal diliyat oleh orang sedunia, termasuk anak-anak kecil yang kebetulan bapaknya tajir dan bisa mbiyayain dia onlen di facebook. nDaru masih percaya kalok tiap orang ada sisi pribadi yang endak bisa dibagi sama siapa saja, ato bahkan hanya ke satuh orang.


Kemajuan teknologi yang makin lama mirip banjir inih emang bakal susah kita hindarin. Di satu sisi, teknologi ini membantu manusia membangun budayanya. Tapi di sisi laen, juga membantu merusak budaya itu sendiri. nDaru ndak berpangku tangan dan mengeluh di kursi kok mbak pit, meski babak bundas, nDaru masih mau ngajarin anak-anak meski cuman di pedalaman buwat ber-internet dengan sehat, memakai facebook sesuai dengan fungsinya. Membuat filter2 yang mungkin bisa membantu buwat anak2 yang belon cukup umur mbuka facebook. Ndak terlalu banyak emang, tapi seenggaknya lmayan lah. :D