Jumat, 30 Oktober 2009

Metro TV atau TV One


Ndaru pernah baca sebuah blog yang isinya tentang anchor-anchor TV di Indonesia. Kebanyakan blog itu membahas tentang para anchor yang berasal dari dua stasiun tipi, Metro TV dan tv One. Ada juga yang membandingkan beberapa program dua tipi itu, misalnya Today’s Dialogue dan Apa Kabar Indonesia Malam. Ndaru juga sering diajak ngobrol soal dua stasiun tipi itu. Kebanyakan bilang ke Ndaru kalo Metro TV itu lebih serius, beberapa anchornya lebih galak, sementara kalo tv One punya kesan lebih santai, sistem jurnalismenya juga KATANYA lebih modern.


Well, kalo menurut Ndaru ya...Ndaru akan dengan tegas bilang kalo tv One (sekalipun konsepnya nyus ma spot) ga jauh dari mengekor Metro TV. Ya memang ya, tv One punya gaya sendiri, tapi toh konsep pemberitaannya juga selalu ga jauh dari modelnya Metro TV. Breaking News yang cuman ada di Metro ditampilin juga tv One bahkan tanpa perubahan nama mata acara..apa gak melanggar UU hak cipta ya??, trus konsep Kick Andy dimana pemimpin redaksi tampil sebagai anchor juga ditiru di program Di Balik Langit Berita yang dibawain Karni Illyas, belon lagi konsep Eagle Awards yang ditiru tv One jadi film pendek, dan masih ada lagi Market Review di Metro yang diubah jadi Kabar Pasar di tv One.

Kalo dua tipi itu dibilang berbeda ya emang bener. Masing-masing punya stylenya sendiri-sendiri. Sayangnya, tv One lebih sering banyak ngawurnya, terburu-buru dalam menyimpulkan berita, pokoknya asal rame aja. Pertanyaan dan pernyataan yang dilontarkan anchornya banyak terkesan persuasip dan mencurigai. Kek semalem (29 10 09) neh di acara Kabar Petang, ada sesi wawancara ma pengacaranya Antashari Azar, bapak pengacaranya udah bilang kalo pernyataannya seputar ada usaha penggembosan KPK hanya berdasarkan kerangka persoalan pidana Antashari doang, ga termasuk ke penahan Bibit dan Chandra, eh si anchor tetep ngotot bilang ,’Mm..jadi tetap ada kecurigaan ke arah situ ya..”. Belon lagi pas acara Di Balik Langit Berita, pertanyaan-pertanyaan Pak Karni bikin gemes, persis kek anak SD tanya ke gurunya, bukan seperti news presenter memandu sebuah acara, sampai-sampai Ibu mantan Menteri ikutan gemes, harus berulang-ulang jawab dan negesin jawabannya. Belum lagi, anchor2 TV One suka banget memotong pembicaraan orang, entah itu narasumber atawa reporter dilapangan. Apa itu ndak SARU??? Baru enak2 ngomong mau menyampaikan sesuatu eh dipotong. Pemotongan2 seperti ini kan cenderung berkesan menggiring opini ke apa yang dimaui si pembawa berita

Kesan provokatip juga Ndaru dapet pas gencar-gencarnya agresi Israel ke Palestina sebelon yang baru-baru ini. Tv One tiap ari nyiarin TV Aljazeera yang memuat live event serangan Israel ke Palestina lengkap dengan pemandu bahasa sono. Buat apa live event kek gitu coba? Bukannya itu bikin tambah panas suasana? Ada kesan keberpihakan pada satu pihak dalam hal ini Palestina. Padahal, menurut ilmu semrawut nDaru, bukankan jurnalisme yang baik itu adalah yang tidak memihak dan proporsional?

Metro emang lebih tegas dan sistematis sistem pemberitaannya. Terlepas dari kesan galak atau konvensional, toh mereka lebih proporsional dan beritanya juga lebih berbobot. Beberapa hal emang jurnalisme butuh suasana baru dan modern, tapi beberapa hal toh jurnalisme tetep ada unsur konvensionalnya, biar berita yang dibawain itu ga cuman fresh saja, tapi juga mendidik masyarakat, bukan yang asal nyablak.

Ndaru bukannya mau jelek-jelekin tipi One ya, beberapa programnya toh bagus dan Ndaru juga suka, seperti Documentary One, Cerita dari Seberang, dan Mata Kamera, Tepi Jaman, Riwajatmoe Doeloe. Mereka mengekspos sebuah fenomena dengan lengkap dan menarik. Tapi, Ndaru musti bilang kalau urusan nyus atau berita, tv One masih perlu belajar banyak dan menghilangkan unsur persuasip ma provokatipnya.


gambar dicontek dari sini ya

Kamis, 29 Oktober 2009

Paradox


Semalem, pas nDaru ngobrak abrik isi rak buku mau nyari komik, nDaru nemu sebuah agenda lama nDaru. Isinya jadwal-jadwal manggung eh, kerjaan nDaru pas dulu masih nguli di perusahaan negara pengecer minyak pet. Ada 1 agenda yang membuat nDaru flashback kembali ke 2 tahun lalu, ketika dapet tugas ke Bontang. Ada 2 Paradox yang nDaru temukan disono. Tau ya paradox.

Waktu itu, nDaru bersama 2 bos nDaru. Kami baru saja melintasi tugu titik nol derajat lintang di jalan antara Muara Badak - Bontang. Sinar matahari di Kalimantan yang keemasan itu mampu menembus hembusan AC mobil yang sudah dipolkan dinginnya. Mesin Toyota Land Cruiser 4 wheel drive menggerum seram berusaha menaklukkan jalanan tanah berbatu terjal — menyusuri pipa gas yang diluncurkan dengan tekanan 700 psi dari Badak Plant. bayangkan air mineralpun jika diberi tekanan sebesar ini bakalan jadi tajem kek silet.

Kota Bontang ini kota kecil berkontur perbukitan, ketika nyampe' sana kota ini sedang bermandikan cahaya menyilaukan. Rasanya kek masuk negeri dongeng di cerita Alice in the Wonderland. kekmana engga', dua jam kami dihajar jalanan tanah berbatu, mendaki gunung lewati lembah sungai mengalir indah ke samudera<------inget OST Ninja Hattori gak?, tiba-tiba saja sebuah jalan beraspal mulus berkilauan terbujur lurus terhampar di depan kami.

Seperti masuk ke kompleks istana negeri impian ketika kami melewati gerbang kompleks PT Badak NGL yang dijaga super ketat. Kalau saja kami tidak membawa password berupa badge berlogo bulat merah-hijau-biru-putih yang menunjukkan salah satu mitra perusahaan ini dan ditambah mantra “urusan pipeline“, kami mungkin gak bakal dikasih masuk. Perumahan yang penuh fasilitas, jalanan lebar dan bersih, kanan kiri jalan dihiasi rumput hijau, bunga aneka warna, dan danau kecil, Orang gak akan pernah ngira ini adalah kompleks perusahaan kalo gak mendongak dan melihat instalasi Gas Plant raksasa dengan empat flare api-nya yang menyala-nyala.

Itu paradoks pertama. Bontang menjadi kota yang kaya raya karena beberapa perusahaan besar ada di sana. Gas dan batubara yang menghidupkan cahaya kota ini sehingga demikian berkilaunya. Paradoks, karena begitu kita keluar dari komplek ini, kita hanya akan bertemu lagi dengan hutan Kalimantan yang setengah gundul, dengan sesekali rumah-rumah kayu reot para transmigran yang herannya kok mereka bisa dan betah hidup seperti itu ya.

Paradoks kedua. Sepulang dari PT Badak NGL, kami menyempatkan diri mampir ke stasiun satelit gas launcher di KM-53. Sebuah tempat yang tidak pernah nDaru bayangkan sebelumnya. Mobil yang boleh masuk hanya yang berlisensi stiker kuning — izin masuk jalan perintis.

Matahari udah mau tenggelam. Pukul 17:00 WITA. Di pos kecil yang dikepung rerimbunan pohon, kami disambut ramah oleh dua orang operator. Mereka bekerja 24 jam memastikan bahwa plant bekerja dengan baik dan aman. Jangankan kantor pusat di Jakarta nan mewah itu, Badak Camp pun mungkin belum pernah mereka kunjungi. Ditemani segelas teh dan kopi , nDaru mencoba ngobrol sekadar berbasa-basi,

“Bapak asli sini kah?” tanya nDaru.

“Oh, saya tinggal di sini dari kecil mBak (sebelumnya si bapak manggil mas, salah sangka karena wajah nDaru yang terlalu tampan untuk dipanggil mBak) cuman saya lahir di Jawa, umur dua tahun saya baru di sini…,” jawab bapak itu sambil menghembuskan rokoknya.

“Jawa-nya mana pak?”

“Cangkringan mBak”

Mak plenggong…, nDaru melongo beberapa saat. Astaga… betapa sempit dunia. Di lokasi seterpencil ini, jauh berkilo-kilometer, kok ya nDaru ketemu dengan orang yang memiliki keprabon yang sama dengan nDaru, nDaru emang numpang lahir di negaranya Obama itu, tapi asal usul dan nenek moyang nDaru, tempat bapak nDaru mbrojol, tempat nDaru menghabiskan liburan panjang. Kalaupun Jawa, bukankah masih ada ribuan tempat selain Cangkringan? Di tempat seluas Kalimantan, nDaru terbentur paradoks bahwa betapa dunia ini sempit sekali dengan dialog pendek yang sederhana tadi.

Paradoks.

Rabu, 28 Oktober 2009

Mimpi..anda punya?


Yang namanya orang hidup, pasti punya mimpi, punya tujuan kemana dia mau melangkah. Dalam sebuah sesi perchattingan ndobos di dunia maya ini, nDaru pernah dikatain gak punya mimpi. Hidup nDaru ngalir apa adanya, seturut apa yang nDaru mau, tanpa punya "master plan" yang jelas. Apa yang nDaru kerjakan kek gak nggenah dan cenderung spontan. Yaaaa, memang sih itu gak sepenuhnya salah, ketika dulu nyoba iseng2 test psikologi, nDaru dikategorikan sebagai orang yang spontan dan susah berkomitmen. Emang sih gak sepenuhnya salah, tapi ya ndak sepenuhnya bener..hehehehe.

Mimpi membantu kita buat menjalani hidup sebenernya, ibarat orang jalan, mimpi adalah halte2 yang mau kita tuju. ketika orang punya angan2 di jidatnya, hidup terasa lebih indah,.ya gak?orang jadi semangat nabung ketika pengin mbeli mobil, ato rumah. (beda ma nDaru yang lebih milih jalur kredit buat mbeli rumah :p)

nDaru juga punya, mimpi, cuman, mungkin konsep mimpi ndaru sedikit berbeda dengan orang2 kebanyakan, itu kenapa nDaru milih minggir ke kampung ketika semua orang berbondong2 pengin mengadu nasib ke kota yang lebih besar. nDaru masih percaya kok, bahwa kebahagiaan gak diukur berapa tumpuk duit merah2 kita, ato seberapa kenceng mobil kita, mungkin klise, dan semua orang udah nggacor tentang ini, tapi toh kebahagiaan itu bukan suasana. Kebahagiaan itu keputusan. Ketika kita sudah memutuskan buat bilang..ya saya bahagia,. yawes. mau kita idup numpang di WC umum juga kerasa bahagia.

Jujur, ketika pertama kali memutuskan buat hidup di kampung ini, nDaru sempat ragu, dengan disiplin ilmu yang nDaru punya, apakah bisa hidup di sini? Dimana orang mungkin gak ngeh tentang apa itu service bus enterprise, atau konsep2 kek WebSphere DataPower Integration Appliance. Padahal itu modal utama nDaru. Lebih dari separuh isi otak nDaru berisi konsep2 kekgitu. Tapi kok ya ternyata bisa jalan juga. Ada hal2 laen yang bisa dikerjakan kalo hanya untuk survive hidup disini, motret kawinan misalnya. Memang secara materi gak gitu mendatangkan banyak jumlah, tapi toh masih dalam kawasan kemampuan dan masih bisa nDaru nikmatin.

nDaru masih punya impian kok, punya toko perlengkapan naek gunung misalnya, atau membuka sebuah persewaan komik dengan koleksi komik saingan ma jumlah koleksi buku2 di Perpustakaan Kongres Amerika yang konon katanya adalah perpustakaan terbesar di dunia. itu Itu semua masih dalam proses angan2 yang membuat nDaru semangat dan lebih semangat lagi mengimani bahwa inilah hidup dan impian nDaru, memang mungkin gak semua mimpi gak terwujud..tapi kan seenggaknya udah brani mimpi.

Kamis, 22 Oktober 2009

Audisi Mentri


Beberapa hari ini tipi2 di republik ini lagi ngikutin berita tentang penyusunan kabinetnya Pak SBY jilid kedua. Yang bikin Ndaru geli adalah pemilihan menteri sekarang ga jauh beda ma audisi putrid-putrian, idola-idolaan, atau artis-artisan yang menyedot perhatian jutaan orang dalam waktu singkat. Singkat dapet perhatian, singkat juga dikritik pedes setelahnya. Rating cepet naik, cepet juga turunnya setelah publik bosen atau ngerti belangnya si putri, si idola, atau si artis. Orang ga tau sapa itu Gusti Muhammad Hatta, tapi begitu dipanggil tes jadi menteri langsung tenar. Atau, orang cuman sebatas tau kalo Marty Natalegawa itu pernah jadi Dubes Indonesia untuk Inggris dan jadi staf Deplu, tapi ga perhatiin orang itu secara detail, barulah setelah dicalonin jadi menteri orang baru noleh dan melongo ke si bapak.


Jadi menteri juga sama kerennya ketika dapet gelar Putri Indonesia, juara Indonesian Idol, atau lolos casting di acara Miss Selebrity dan sejenisnya. Keren disini lebih menjorok ke popularitas plus bonus fasilitas yang dijamin top (nonton Democrazy di Metro TV yang judulnya Enaknya Jadi Menteri?). Tak heran, para calon menteri itu nongkrongin tipi rame-rame bareng keluarganya pas Pak SBY ngumumin kabinetnya di Istana Negara, harap-harap cemas dapet posisi itu atau tidak, persis kek keluarganya Mike Mohede di seberang sono yang ga bisa datang ke Balai Sarbini pas final Indonesian Idol 2. Kek keluarganya Muhaimin Iskandar yang mengadakan acara nonton bareng--saingan ma nonton bareng AC Milan vs Real Madrid yang dimenangkan dengan skor 3-2 untuk AC Milan<-- selingan berita olahraga sedikit. Dan begitu nama mereka disebut, satu keluarga jejingkrakan, meluk si menteri baru sampe terharu, bahkan ada pak menteri yang sujud syukur kek Kaka abis nyetak gol. Ndaru jadi heran, disebut jadi menteri itu sama dengan menghabiskan 5 taon ke depan dengan segala kegiatan padat yang penuh tanggung jawab dan pertaruhan reputasi loh! Eni bukan kerjaan Putri Indonesia, Indonesian Idol, atau artis apapun yang sarat dengan popularitas, tapi masalah tanggung jawab ke rakyat, tapi kok para menteri yang disebut jadi girang kek abis dapet hadiah 100 juta plus bonus mobil!


Kalo liat ke komposisi kabinet Pak SBY jilid kedua ini Ndaru juga rada-rada sebel. Ternyata, jadi presiden, lurah, atau rektor toh juga tetep sama konsekuensinya: bales budi ke orang-orang yang udah setia jadi corong, nutupin belang, atau jadi barikade pas diserang kritik tajem. Ya, kalo bales budinya dikasi ke orang-orang yang emang berkompeten di bidangnya ya boleh lah, tapi jadi malesin ketika posisi menteri dikasi ke figur yang dinilai kurang pas. Eni kalo menurut Ndaru ya, Andi Malarangeng yang backgroundnya akademisi politik kok dipos jadi Menpora, padahal kalo liat kinerja Adhyaksa Dault, bapak menteri yang sodaraan ma Cici Paramida itu lebih mumpuni baik dari background dan bukti kerja selama 5 taon terakhir. Pak Andi toh bakal bekerja lebih nyata kalo ditempatkan di bagian politik, penasihat presiden bidang politik misal. Tapi, penasihat bukan menteri kok ya. Gaji dan tunjangannya keknya juga gedean jadi mentri. Trus, Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari juga udah nunjukin hasil kerjanya yang bener-bener top pas jadi menteri dulu, eh malah diganti ma dokter yang nylundupin virus flu burung ke Vietnam. Padahal, Ndaru sempet berharap Bu Siti bisa nerusin programnya yang fokus pada pelayanan kesehatan secara adil karena beliau berani bentak-bentak WHO yang sering pilih kasih ngasi tamiflu ke negara-negara tertentu. Jangan-jangan besok ketika flu babi merebak lagi, Bu Menkes yang baru ini juga ngasi tamiflu ke orang-orang berduit. Yang paling bikin keki lagi adalah posisi Menteri Pendidikan yang dikasi ke Muhammad Nuh. Bukannya Ndaru pesimis ma Pak Nuh ya, tapi kalo liat dari cara beliau bekerja pas jadi Menkominfo, kelihatan banget bapak ini tidak menguasai bidang kerjanya. Semua asal aman aja. Oh, situs porno tu ga baek, diblok aja. Youtube bisa jadi sarana penyebaran video porno dan kekerasan, ya sudah diblok saja. Na, masak sekarang nasib pendidikan Indonesia dikasi ke bapak tukang asal? Kalo mau serius bener menggarap pendidikan, pilih dong Rektor UI Prof. Sumantri buat jadi Mendikbud, kalo perlu Anies Baswedan sekalian. Mereka toh orang-orang yang bener-bener paham pendidikan daripada Muhammad Nuh.


Tapi toh, terlepas dari serangkaian politik bales budi dan bagi-bagi jabatan, masih ada juga orang-orang yang bisa jadi harapan di kabinet ini. Marty Natalegawa misalnya. Bapak berkacamata ini emang udah berpengalaman di bidang hubungan luar negeri dan ahli masalah diplomasi, jadi besok kalo Malaysia macem-macem lagi, bisa bikin diplomasi yang bikin Malaysia mingkem. Contoh laen lagi, Pak Gamawan Fauzi..ne bapak kalok gak salah pernah menerima Bung Hatta Award pas dulu jadi Bupati Solok. Keknya si bapak cocok jadi Mentri Dalam Negri. Jauh beda dengan Gita Wirjawan, menurut sumber nDaru yang belon bisa dipercaya (nDaru blon dapet referensi soal ini je) Gita Gutawa eh Wirjawan ini adalah pemimpin sebuah yayasan beasiswa yang bernama Ancora foundation, kata sumber nDaru yang belon bisa dipercaya itu, dia membantu anaknya Pak Presiden buat masuk Harvard university melalui Yayasan Ancora ini, maka pantaslah dia diganjar dengan kedudukan Kepala BKPN. Sama halnya ketika Kusmayanto Kadiman jadi menristek setelah memberikan gelar doktor kepada Presiden kala itu.


nDaru juga sebenarnya dapet panggilan untuk mengisi jabatan Mentri Negara Kurang Kerjaan dan Pembudidayaan Upil Sintetis, tapi lagi sibuk ngejar layangan putus.


gambar terculik dari sini




Senin, 05 Oktober 2009

Masa SMA sedih?senang?


Kemarin malem, nDaru nganter tetangga nDaru ke sebuah kota di ujung selatan propinsi Jateng ini. Kami menjemput anak si tetangga yang sekolah di salah satu sekolah berasrama di kota kecil dibawah lereng Merapi itu. Si anak merasa gak betah sekolah di SMU berasrama tersebut setelah dia bertahan sampai kelas 2, alasan si anak, dia tidak bisa lagi menjalani kehidupan di asrama itu. Banyak program2 dan kegiatan2 yang ternyata malah menjadi beban si anak.

Balik ke sekitar 14 Tahun yang lalu, ketika itu, nDaru juga ikut babe buat menjemput abang nDaru yang kebetulan jg sekolah disana. Dia keluar seminggu sebelon EBTANAS --keputusan yang gila kan?--dan akhirnya si abang musti nganggur dulu 1 tahun untuk kemudian dapet sekolahan lagi, dan melanjutkan sekolah SMUnya. Sebenernya ada apa sih? Padahal, SMU berasrama itu sudah kondang ke seluruh penjuru negeri ini, hanya orang2 yang berotak encer saja yang bisa masuk ke tu sekolah, gak cukup hanya encer, fisik si calon siswa juga katanya ditest.

Semua ortu berlomba-lomba buat memasukkan anak mereka ke sekolah itu. Bagi mereka, itulah bentuk pendidikan yang ideal; yang tidak cuma membuat siswa berpikir kritis dan analitis, tapi juga membuat mereka bekerja keras, menghargai waktu, hidup teratur, dan menghargai kehidupan. Tapi bentar dulu, tanpa disadari bentuk pendidikan asrama dengan jadwal ketat dan segala pengaturan rapi kalau tidak disadari justru membuat perkembangan anak jadi stagnan. Anak cuman disodori oleh sebuah paket kehidupan dan didoktrin bahwa begitulah cara hidup yang benar. Padahal, anak butuh ruang dan waktu, butuh kebebasan untuk melihat kenyataan dan menentukan sikap.

Memang, disiplin tingkat tinggi di terapkan di asrama, semua harus tertib, pakaian harus terjajar rapi di lemari, semua kegiatan sudah terjadwal rutin dan persis, jam brapa musti mandi, jam brapa musti blajar, jam brapa musti e'e, hihi klo ini engga kali ding. Semua diatur dengan bunyi bel. Tanpa sadar kebudayaan "hidup tertib" ini sebenernya sudah melatih orang untuk tidak bertanggungjawab pada diri sendiri, anak jadi takut pada bunyi bel daripada pada dirinya sendiri. Istilah kemandirian hidup di asrama malah terdengar lucu. Beda ketika kita sekolah di sekolah biasa non asrama, tarohlah kita hidup di ketiak ortu, tapi toh itu jg membawa tanggung jawab yang besar lho. Seenggaknya, pada diri kita sendiri, bagaimana kita bisa bertanggungjawab dan berdisiplin buat kita sendiri,belajar karena takut gak lulus bukan karena takut bunyi bel

Babe nDaru dulu lebih memilih sekolah non-asrama dibanding sekolah ber-asrama, masa-masa SMA adalah masa2 dimana seorang tumbuh, sekolah di asrama membuat seseorang "dipaksa" untuk menjalani satu "kotak" kehidupan yang dianggap benar oleh sang pembimbing. Bahwa inilah jalan hidup yang benar, seperti ini lho kebaikan dan kebajikan itu. Seorang anak dipaksa untuk makan hanya dengan nasi kecap beralaskan daun pisang, hanya untuk menunjukan pada si anak untuk lebih menghargai makanan. Di kegiatan laen, seorang anak dipaksa untuk hidup bersama tukang becak, bersama orang miskin hanya agar si anak bisa merasakan dan "diharapkan" bisa lebih berempati kepada mereka yang kurang beruntung. Itu semua klo mnurut nDaru lebay..gak worth doin' kalau hanya untuk menunjukkan empati, simpati atau ti ti yang laen. Dunia lebih kejam daripada sekedar hidup dengan buruh tani, atau makan nasi tanpa lauk di daun pisang. Apakah dengan pernah makan nasi kecap diatas daun pisang, orang bisa bersikap ketika dihadapkan pada nasi yang lengkap, kumplit dengan paha ayam bakar dan sayur rendang tapi dibeli dari duit hasil korupsi?

Pada masa nDaru kuliah dulu, temen2 seangkatan nDaru banyak yang lulusan sekolah berasrama, memang sih IP bagus, tapi ketika ada pengemis lewat didepan mereka, mereka mengleng aja..memang membantu orang tidak sekedar memberikan duit receh pada peminta2. Tapi kan seenggaknya ada tindakan yang bisa dikerjain. Ngasih baju misalnya. Belon yang laen, yang ga tau harus bersikap apa ketika berhadapan dengan dosen killer dan akhirnya ga punya jalan lain selain nongkrong di internet, jiplak teori orang laen biar lulus mata kuliah tu dosen. Jadi apa esensinya sekolah di asrama? Kesadaran buat tertib dan menghargai diri sendiri itu dateng dari diri kita sendiri kok, biar dipaksa idup jadi pengemis di kolong jembatan rubuh, klo hati kita belum terpanggil buat ber-empati..Rasanya gak bisa diterapkan.

Jumat, 02 Oktober 2009

Wanita Merokok?




Kenapa tidak? Kalau pria merokok, kenapa wanita gak boleh? Itu adalah hak setiap orang untuk menikmati salah satu kenikmatan kecil dan legal bernama rokok. Memilih sebuah gaya hidup yang lazim dilakoni oleh mereka-mereka yang mengaku sebagai pria sejati. Atau… sekadar untuk memenuhi kebutuhan. Gak lagi sebagai gaya hidup ato tetek mbengek yang mendramatisir sebuah sensasi kepuasan dari tembakau berbungkus kertas yang disebut rokok, tetapi hanyalah sebagai pemuas kebutuhan seperti halnya orang butuh makan dan minum.

Naaaaaaaaaa masalahnya adalah, kita hidup di negeri antik nan unik yang memiliki adat istiadat yang tanggung. Hitam tidak, tetapi putih juga tidak. Serba abu-abu. Orang suka meributkan masalah sepele dan kecil trus dibesar-besarkan, tetapi masalah yang besar malah dicuekin.

Di negara ini, orang masih memandang semua dari apa yang nampak dari luar. Konotasi dan asosiasi yang dibuat selalu berdasarkan apa yang kelihatan. Entah bagaimana awal mulanya konotasi untuk wanita yang merokok lebih negatif daripada jika pria yang merokok. Kesan yang didapat bahwa wanita yang merokok adalah:gaul, nggak alim, suka jalan-jalan, bahkan suka dugem dan pulang pagi. Jauh dari kesan anggun, kalem, dan alim,(konotasi positif yang biasa disematkan kepada wanita).

Mungkin iklan dan media komunikasi visual adalah salah satu biang kerok (lagi-lagi) pembuat kesan seperti ini. Pernah liat iklan rokok yang bintang utamanya cewe'? Di iklan rokok pasti bintangnya pria berwajah tampan, bertubuh atletis dambaan setiap wanita, suka berpetualan dan gambaran2 maskulin laennya.

Dimana posisi nDaru?
nDaru dulu pernah merokok, memang tidak sampai tahap kecanduan, hanya sebagai salahsatu bentuk ke-frustasian gara2 bikin skripsi direwangi lembur2 mpe jam 3 pagi tiap malem gak kelar2. Tapi toh nDaru masih mau menuruti saran babe, dia gak keberatan nDaru merokok, tapi silakan berkompromi untuk tidak merokok di muka umum. Masih mau menghargai dogma yang secara tersirat mengatakan: wanita merokok itu saru.

PS: Padahal kalo dipikir lagi kan hanya nDaru yang merokok...apa bedanya dengan Agus yang merokok?? Klo Ayam yang merokok...baru boleh heran :D


picture taken from this site