Kamis, 14 Mei 2009

Sistem



Liburan Waisak maren, Ndaru kedatangan sepupu Ndaru dari Surabaya. Ndaru pernah nyritain sodara sepupu Ndaru eni di salah satu postingan blog dulu. Ndaru ajakin dia touring2 naek motor ziarah ke Jogja dan sekitarnya, sambil jalan sambil ngobrol. Hehehe. Kalo dulu sepupu Ndaru ini bete curhat soal kekmana ortu dia memperlakukan dia ma kakaknya secara berbeda, maren dia curhat soal kekmana dia (akhirnya) berhasil melewati ujian skripsi yang udah dinanti sejak setaun yang lalu. Syukur deh, sepupu Ndaru itu lulus meski dia bilang, “Lulus dengan hinaan Ru, bukan dengan pujian.”

Ndaru jadi tenggelam dengan cerita sepupu Ndaru ini soal kekmana dia berproses dengan barang bernama skripsi. Ujian skripsi yang dia jalanin ga seperti yang dia bayangin. Area pengetahuan yang udah dia siapin nyatanya engga disinggung, malah area laen yang sebenernya bukan bagian besar dari skripsi dia. Sepupu Ndaru ini pun kelabakan menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari satu dosen penguji cewek. Sambil nyengir dia crita kalo dia bisa-bisa lupa tentang bagian yang ditanyain tu dosen, padahal udah blajar. Dia ngaku grogi setengah mati karena dia punya beban musti lulus. Dan dia jadi kecewa karena benang merah dan jalur utama penelitian dia engga disinggung, malah ditafsir beda sama dosen-dosen penguji.
Sepupu Ndaru mengakui kalo kans dia lulus dari ujian maren 30%-70%, yang berarti 30% lulus dan 70% ga lulus. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang ga memberi dia kesempatan secara luas buat mengeksplorasi area penelitiannya, sepupu Ndaru ngerasa jadi orang tolol yang tiba-tiba harus nulis skripsi. Tapi toh, sepupu Ndaru entu lulus dengan syarat harus menulis revisi yang demikian banyak. Dan, dia bilang bahwa disinilah keadilan yang dinantikannya selama setaun lebih proses skripsi itu datang kepadanya.

Sepupu Ndaru ini sempet stres karena ga tau musti ngapain dengan skripsinya. Dia mulai nulis skripsi ini bulan Februari 2008. Ide yang dia sodorin tergolong seger dan langka buat program studinya. Tapi, dalam perjalanan, dosen pembimbing dia membelot. Kasih feedback koreksian lama, sekali datang isinya cuman komentar soal penulisan teknis tapi ga kasi komen sdikitpun soal isi skripsinya. Tiap kali sepupu Ndaru tanya selalu semuanya soal ‘terserah kamu, kamu kan mahasiswanya.’ Akhirnya, sepupu Ndaru ini keliling ke orang-orang yang bisa diajak diskusi. Dia pun ngubah konsep kesana-kemari, datang ke dosen pembimbing cuman sebagai formalitas buat memuluskan acc.

Sampai akhirnya, sepupu Ndaru ini capek dan memutuskan buat manteb maju dengan konsep yang seadanya. Dia pun mulai meneror dosen pembimbingnya buat ngasih koreksian cepet dan minta maju ujian secepatnya juga. Tentu aja itu ga gampang. Kalo ga dikibulin, dicuekin, yaa sepupu Ndaru ini diomelin kek anak kecil yang ngrusuhi emaknya yang lagi kerja. Dia bahkan sampai curhat ke ketua program studinya tapi toh si bapak ga bisa membantu dia, ato bahkan meneliti sebenernya sampai sejauh mana kredibilitas si dosen sebagai dosen pembimbing skripsi.
Mungkin, saking malesnya diteror ma mahasiswi ingusan, si dosen pembimbing akhirnya mengabulkan keinginan sepupu Ndaru buat maju ujian pendadaran. Dan, malangnya, di ujian itu konsep penelitian yang udah di-acc sama dosen pembimbing disalahin ma dosen-dosen penguji yang datang dari program studi yang sama. Sepupu Ndaru ini malah kek bola yang dimainin dosen-dosen. Sekarang, dia musti mengubah keseluruhan skripsi dalam jangka waktu yang pendek.

Tapi toh meski kecewa dengan posisi sebagai korban dari sebuah sistem, sepupu Ndaru ini menerima dengan legowo. Dia kecewa sih karena sebagai mahasiswa yang (seenggaknya) serius ngejalanin kuliahnya dia ga dapet fasilitas memadai untuk mengeksplorasi idenya di perjalanan akhir studinya. Dan, dia kecewa kekmana dia kelihatan sebagai orang bego yang diprotes sana-sini cuman karena dia harus nurut pada oknum-oknum tertentu. Terlepas dari kekecewaan itu sepupu Ndaru ini bilang kalo Tuhan engga tidur. Nyatanya, dia diluluskan. Nyatanya, ada orang yang dikirim Tuhan buat memberi dia kesempatan revisi. “Ya kalo lulusnya dengan pujian malah aneh Ru, udah dari awal skripsi gue ga beres.” Toh, dengan skripsi yang amburadul dia lulus. Lulus, paling engga jadi hak atas apa yang udah dia kerjakan dan usahakan selama ini.

Sekarang, perkaranya bukan masalah nilai A, B, atau bahkan C. Sepupu Ndaru ini bersyukur atas proses skripsi yang melelahkan dan membuatnya bete ini karena dia bisa belajar banyak hal. Dan, dia engga mau menukar semuanya dengan apapun, sekalipun dengan nilai A atau dosen pembimbing yang lebih baek dan bener-bener berkompeten di bidangnya.

Kita memang idup dalam lingkup sosial yang punya sistem. Dimana-mana kita harus ngikutin sistem yang dimiliki oleh mereka yang menciptakan sistem. Iya si, kadang emang ga enak dan serba salah saat harus berhadapan dengan sistem. Tapi toh, kadang sistem itu juga yang ngebuat kita jadi lebih memijak bumi, bahwa semuanya ga bisa dikerjakan dengan idealisme kita, bahwa ada alur yang harus kita ikutin tanpa harus meninggalkan kekuatan kita sebagai sebuah pribadi yang utuh.


gambar di ciduk dari sini

Tidak ada komentar: