Jumat, 25 September 2009

Pedulikah kita?


Dipenghujung bulan puasa kemaren, nDaru dapet tugas buat menandatangani kontrak pembelian mesin pencetak kartu mahasiswa di kawasan Glodok, Jakarta. Karena musti tandatangan klaim garansi dkk, nDaru jadi musti tunjuk muka ke vendor tu mesin pencetak. Sebuah kebetulan yang mengherankan karena dalam sebulan nDaru musti mengunjungi ibukota negri ini 2 kali. Ada banyak hal yang terlintas dalam perjalanan nDaru ke Jakarta ini. Tiba-tiba nDaru merasa menjadi seorang yang peduli terhadap kondisi sosial masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta yang sebelumnya sama sekali tidak. Mungkin karena masa kanak-kanak nDaru, nDaru habiskan di kota Jakarta ini dan secara gak sadar mendidik nDaru buat ignorant ke suasana sekitar. Dan betapa selama kurang lebih 3 Tahun nDaru hidup di kota kecil Salatiga sudah merubah nDaru menjadi "sedikit peduli" pada sesuatu di sekitar nDaru. Budaya Tepo Sliro penduduk di kota kecil ternyata memang jauh lebih kental.

nDaru kehabisan tiket KA Kamandanu jurusan Jakarta-Semarang.Maklum H-3 menjelang cuy.. Karena musti balik ke Salatiga A.S.A.P. nDaru beli tiket KA Bisnis Senja Utama. Keadaan Stasiun Senen benar-benar sesak oleh pemudik yang mau balik ke daerah masing-masing. Dan para penumpang berdiri di gerbong tua tapi katanya kelas bisnis itu penuh sesak. Setiba di stasiun Tawang, nDaru melanjutkan perjalanan ke terminal Terboyo dengan taksi ATLAS. Merasakan nikmatnya menjadi orang kaya yang berhak mendapatkan privilege khusus karena bebas finansial hihihi.

Sampai Terboyo nDaru terhenyak. Sangking banyaknya pemudik membuat bus2 yang datang langsung diserbu dan penuh sesak. Ketika sepotong bus Rajawali jurusan Semarang-Solo tiba di terminal kedatangan, orang berhamburan menyerbu bus itu, berebutan pintu masuk yang sempit, berebutan mendapatkan tempat duduk.

Sampai di sini nDaru dihadapkan pada sebuah dilema. Kalau nDaru gak ikut berebut, mungkin nDaru bakal keteteran diterminal mpe sore. Minta jemput dari kantor jelas gak mungkin, karena udah pada libur. Gak ada yang mau antri. Gak ada yang mau memperhatikan seorang ibu muda yang sedang menggendong bayi imut yang terhimpit di belakang. Bahkan ini masih di terminal kedatangan lho, bukan di terminal keberangkatan di mana orang mustinya naik.

“Maap… maap…,” desis nDaru sambil merangsek mendesak masuk bus. nDaru gak punya pilihan laen soalnya. Sampai di dalam bus nDaru lebih trenyuh lagi karena banyak ibu-ibu menggendong bayi sambil berdiri, sementara gak ada seorang pun mengalah untuk memberikan tempat duduk kepada mereka yang lebih lemah.

nDaru memilih untuk gak duduk nyari ruang yang sedikit longgar di belakang. Ah, akhirnya nDaru menemukan tempat yang asik. Di tangga pintu belakang, di pojok depan toilet bus. nDaru bisa lempe-lempe di situ, sementara hembusan AC di atas mengurangi udara pengap bus yang penuh sesak. Jarak Semarang-Salatiga sepanjang -/+ 40 km yang masih harus ditempuh nDaru habiskan meringkuk di sudut itu sambil menghabiskan majalah DEFENDER edisi tahun jadul yang nDaru embat dari rak si Babe. ah, ternyata definisi kenyamanan tergantung sudut pandangnya. Nyaman adalah saat nDaru duduk di dalam taksi ATLAS setengah jam lalu. Nyaman adalah saat Ndaru meringkuk di sudut bus yang penuh sesak.

Beginikah wajah bangsa kita yang katanya adalah negara demokrasi terbesar di dunia setelah Amerika dan India? Kenyataannya, orang gak lagi mikirin orang lain. Cuman kepentingan diri sendiri yang menjadi landasan perbuatan di atas segala landasan. Jadi ya jangan heran dan jangan protes kalau anggota dewan korupsi. Mereka punya kesempatan kok. nDaru dan Anda pun MUNGKIN akan berbuat sama jika mendapat kesempatan itu. Ya gak sih??

nDaru jadi ingat kata-kata Anthony Cade alias Pangeran Nicholas Obolovitch, raja Herzoslovakia yang didukung Inggris dalam novel The Secret of Chimneys-nya Agatha Christie yang nDaru baca di kereta tadi. Konsep setiap orang adalah saudara dalam demokrasi adalah sesuatu yang baik. Tetapi masih agak sulit memahaminya ketika gak ada seorangpun yang mau peduli pada tangis seorang bayi didalam bus yang merengek kepanasan.

Mungkin demokrasi belon saatnya diterapkan di Indonesia. Mungkin sistem monarki-kerajaan justru lebih cocok. Flashback aja ke era Raja Hayam Wuruk yang bisa mengantarkan Majapahit dalam masa kejayaannya di seluruh Nusantara. Atau yang lebih dekat, nDaru jadi merindukan sosok diktator kuat semacam Presiden Soeharto, dengan pendapat kek nDaru ini mungkin nDaru dicap sebagai orang yang anti-reformasi dan anti-demokrasi. Ya gak papa. Gak mengapa nDaru jadi gak bisa nggacor ngocol ngeblog secara bebas lagi, asal membawa keadaan masyarakat yang lebih baik, lebih bisa saling toleransi, dan menghormati satu sama lain.


Tidak ada komentar: