Jumat, 28 Januari 2011

Saya Tidak mengeluh Bang Luigi, Saya hanya Prihatin

Postingan nDaru kali ini emang sepesiyal nDaru bikin buat merespon komentar Bang Luigi. nDaru beberapa kali mengunjungi blog beliau, dan isinya memang bagus dan inspiratip, nDaru endak meninggalkan jejak disana bukan karena males, tapi sangking bingungnya mau komen apa :p


Memang mungkin buat Bang Luigi dan sebagian orang, apa yang nDaru tulis tentang keluhan Pak Presiden kemarin terkesan reaktif dan berlebihan. Ya..nDaru sadar bahwa mungkin nDaru memang terlalu reaktif terhadap sebuah pemberitaan yang beredar di tipi, tapi bukan tanpa alasan kalok nDaru langsung meng-upload tulisan itu, waktu itu nDaru capek menjadi warga negara di sistem pemerintahan ini.


Masalah cinta kepada negara dan bangsa ini, jangan ditanya deh bang.. Sudah sejak pertama saya bisa mbengok, babe sudah mengajari nDaru nyanyi Padamu Negri, lalu ketika nDaru sudah mulai bisa berdiri dan menggerakkan tangan, nDaru diajari hormat kepada Sang Saka Merah Putih. Sebagai anak seorang serdadu, nDaru menerima pelajaran tentang nasiyonalisme sedikit lebih banyak daripada anak lain. Babe nDaru begitu getol menanamkan nilai2 kehormatan dan nasionalisme a la serdadu pada anak2nya. Beliau begitu bersemangat menceritakan pengalamannya menjadi penjaga perbatasan di Timor Timur dulu, sama bersemangatnya juga ketika beliau bercerita mengenai keikutsertaan dia di Kontingen Garuda, 2 X malah. Mendengar cerita2 itu, jiwa saya seperti ditantang untuk bertanya "apa yang sudah kamu kasih buat negara?"


Tapi nDaru juga musti nyinyir menerima kenyataan bahwa dulu ketika Babe bertugas di Timor Timur, nDaru musti dititipken ke opung nDaru di Tapanuli sana, karena tidak mungkin babe bertugas menjaga perbatasan sambil mengasuh 5 anaknya, sementara mami nDaru juga harus bekerja di tempat lain untuk memastikan bahwa kami sekeluarga mendapat penghidupan yang layak. nDaru juga musti menelan ludah ketika dulu mami bercerita, setiap hari beliau melihat tv dan membaca koran, hanya untuk memastikan pangkat Babe tidak naik tapi dengan tambahan Anumerta ketika bertugas di Kongo.


nDaru masih capet-capet ingat ketika dulu mami menggendong nDaru ke sebuah kantor polsek di pinggir Jakarta untuk menjemput kakak kembar nDaru yang ketangkep tawuran. Terpaksa nakal karena babe jarang dirumah untuk memberi mereka cukup ilmu kebijaksanaan. Membela bangsa toh butuh pengorbanan. Termasuk untuk tidak berada dekat dengan keluarga.


Ya..nDaru ikut hormat ketika kakak pertama nDaru disumpah menjadi kusir pesawat tempur dan mengikuti passing out parade. nDaru juga anak yang menerima bendera merah putih ketika Babe resmi dikembalikan menjadi warga biasa. nDaru merasa beruntung, meski bukan dilahirkan di keluarga yang sanggup menggelar resepsi pernikahan yang mewah dan menghadirkan presiden, tapi toh babe dan mami nDaru cukup membiayai nDaru sampe menjadi kernet insinyur. nDaru juga endak musti mengalami gizi buruk dan antri BLT.


Dari gemblengan babe itulah yang membuat nDaru endak ikut2an memboikot untuk stop membayar pajak. nDaru masih punya NPWP, meski nDaru sadar bahwa mungkin duit yang nDaru bayarkan itu mungkin bakal dikemplang sama OKNUM pegawai pajak. Saya meng-kapitalkan OKNUM karena saya yakin masih banyak pegawai pajak yang berdedikasi untuk pekerjaan mengumpulkan uang yang menjadi hak negara itu. Orang2 yang rela naek sepeda motor butut ke desa2 dan mengajari orang untuk sadar pajak. Dan nDaru yakin kok, banyak orang yang masih mau membayar pajak seperti nDaru. Dulu nDaru ikutan sebuah penyuluhan tentang pengisian SPT tahuanan, dan yang datang juga lumayan banyak. Itu bukti bahwa masih bayak orang yang sadar dan rela membayar pajak. Jadi kalok gaji tentara dan polisi endak naek sepertinya bukan karena rakyat kita endak mbayar pajak. Pasti ada hal laen.



Tentang memilih, sejak nDaru sadar bahwa ternyata banyak pemilihan umum itu banyak yang konyol, nDaru berhenti nyoblos, bukan karena nDaru mau sok sombong2an, nDaru cuman endak mau suara nDaru menjadi legitimasi yang melanggengkan sebuah sistem yang bobrok. Di kota nDaru, jalan protokol di tengah kota itu jelek banget, banyak lubang sana sini dan bergelombang, ketika mau di aspal ulang, DPRD endak setuju dengan alasan nantik yang ngaspal itu yang dapet nama, wong sebentar lagi ada Pemilukada walikota. Buat nDaru, itu sinting.


Tentang mentaati hukum. Ya nDaru berusaha taat, nDaru berusaha ikut sidang tilang meski ternyata disana banyak kecewanya.


nDaru masih berusaha menjiwai optimisme seorang bapak paruh baya yang sukak jualan Kacang Godok di depan komplek nDaru tinggal. Meski hujan lebat dia masih berdiri di situ dan berharap ada orang datang membeli Kacang Godoknya. nDaru juga masih pengin menghayati sebuah ungkapan dari Prof. Komarudin Hidayat yang nDaru dapet dari Twitter

komaruddin hidayat
@
@. Perjuangan bangun bangsa dan negara itu lintas generasi. Sekecil apapun partisipasi ssorg tak ada amal baik yg sia2.

ya, sekecil apapun sumbangan anda untuk negara ini, tidak akan ada yang sia2. nDaru kagum dengan orang2 seperti Abang yang melanglah buana ke negeri antah berantah, membawa bendera merah putih di lengan kiri (betul ya bang? lengan kiri? Babe saya dulu di lengan kiri). Bahkan dulu nDaru ingin menjadi orang seperti abang. Tapi kemudian nDaru memutuskan untuk menjadi bagian yang lain saja. nDaru memilih untuk mencintai negara dan bangsa ini dengan cara nDaru sendiri, yaitu menjadi warga yang menjalani hidup di negara ini dengan segala sistemnya dan berkarya sesuai dengan disiplin ilmu dan talenta yang nDaru punyak.
Tapi ya, sebagai warga negara nDaru pun harus miris ketika melihat sistem pemerintahan yang seperti ini. nDaru cuma melihat bahwa pemerintah tidak punyak greget untuk segera berbenah. Ada hal baik lainnya yang bisa dikerjakan untuk negara, tapi budaya kerja pemerintah masih berputar pada birokrasi yang muter2 dan penyelewengan dana.


Terima kasih untuk mampir dan menyempatkan diri meninggalkan komentar yang begitu panjang. Salam saya dari Salatiga, kota kecil yang sejuk dan ibu2nya yang masih bingung kenapa harga cabe dan beras begitu mahal.


19 komentar:

Anonim mengatakan...

Hiks... sungguh daku jadi terharu atas pemikiran nDaru. Tulisan nDaru memang mungkin tidak mudah diterima oleh orang yang ada "di dalam sistem." Tapi bagi kami, rakyat atau warga sistem, itu merupakan suara perwakilan rakyat yg sebenar-benarnya.

Daku juga seseorang yang prihatin. Namun daku lebih sering mencoba memanifestasikannya dalam bentuk memotivasi orang lain, dengan harapan yg menerima bisa menjadi lebih baik lagi. Paling tidak secara pemikiran & mental.

GBU

edratna mengatakan...

Setiap orang berhak berpendapat...dan sah-sah aja. Namun jika sudah dalam tulisan, kita juga harus berani mempertanggung jawabkannya.

Saya sendiri, lebih suka untuk mengajak sekeliling saya, lingkungan saya untuk berbuat kebaikan, melalui hal-hal kecil, daripada memikirkan hal ruwet yang bikin kepala saya pusing......atau saya sudah tua ya?

Arman mengatakan...

menurut gua, apa yang lu tulis itu wajar ya. siapa sih yang gak gemes dan gregetan sama pemerintahan indo? hehehe.

yah walaupun pasti ada lah yang emang bekerja dengan baik, tapi gak bisa dipungkiri kalo banyak juga yang enggak kan? banyak juga yang cuma mau enaknya sendiri kan?

dan kita sebagai rakyat yang malah bayar pajak, gak bisa apa2, mau menyalurkan aspirasi lewat wakil rakyat aja gak bisa, ya cuma bisa gigit jari, menghela napas, dan ngoceh sendiri.

wajar itu.. wajar... :D

nh18 mengatakan...

saya melihat dari sisi yang lain ...

Saya sekarang semakin kenal dengan sosok nDaru ...
Agak kaget juga membaca penuturan nDaru yang sedikit terbuka kali ini ...

But eniwei ...
Saya sama sekali tidak menyangsikan nasionalisme nDaru ...

Bagi saya pribadi ... Lagu "Inang" itu sudah berbicara banyak !

(ya... mungkin ini hanya bisa dimengerti oleh bahasa kalbu ...)(cieee ...)

Salam saya nDaru

nDaru mengatakan...

@Bang Dewo,
hemmm...emang kita mo ngapain lagi? Kerjain apa yg bisa aja lah

@Ibu Edratna,
Betul ibu, bahasa tulis itu seperti mempunyai "kesahihan" yang endak terbantahkan, makanya saya sebenernya hati2 banget kalok mau nulis, tapi kok ya beberapa hal saya butuh *maaf* agak sedikit njeplak..mungkin karena memang saya belum terlalu senior sehingga belum terlalu bisa mengolah emosi :p

@Bang Arman,
Makasih dukungannya..tapi ya emang seperti itulah asiknya hidup di Indonesia ini..Saya mencintai Indonesia dan segala isinya. Tpi ketika berhubungan dengan birokrasi dan pemerintahan..maaf, sebentar dulu

@Pak Trainer,
ehehehe..saya jarang2 njeplak soal jati diri saya ya pak..kali ini saya mencontohkan diri saya sendiri, biar lebih objektip, soalnya kalok mencontohkan orang laen takut salah..trimakasih untuk komentar yg melegakan


Salam Balik bapak

mas stein mengatakan...

ternyata eh ternyata, sampeyan anak tentara tho mbak. *jadi agak sedikit keder* :p

kalo saja kita semua ndak mau ngambil yang bukan hak kita, sudah dari dulu negara ini makmur. kebetulan kerjaan saya di pabrik memungkinkan saya untuk ketemu banyak orang, jadi sedikit banyak saya tau praktek-praktek ndak bener di luar sana. misalnya ada kontraktor di kota P yang diharuskan setor 10% dari nilai proyek sebagai DP, nanti setelah proyek selese masih harus ada dana terima kasih lagi. ada temen di kota P dapet 25% dari nilai proyek cuma dengan "meminjamkan bendera". temen di kota J pernah menyaksikan gedung SD dibangun tanpa pondasi, seorang tentara di yonkav cerita kalo laporan selalu nyebut mesin tank tiap hari dipanasi dengan kebutuhan bahan bakar sekian liter padahal selalu nganggur, berapa peluru yang ditembakkan lain dengan yang dilaporkan, dan masih buanyak lagi.

kadang bosen, nyaris mati rasa karena melihat yang bobrok itu ternyata ndak cuma politisi, pejabat, atau apa, tapi nyaris semua elemen masyarakat kita rusak dalam levelnya masing-masing. makanya pas banget waktu dalam sebuah kesempatan Bu Sri Mulyani ngomong, "jangan pernah putus asa mencintai negeri ini"

banyak yang rusak, tapi saya yakin banyak juga yang bener, lebih banyak lagi yang ingin bener. semoga

mas stein mengatakan...

nambahi sedikit mbak, mungkin sampeyan pernah mendengar ungkapan frustasi Emha Ainun Najib bertahun-tahun yang lalu, kurang lebih bunyinya, "kalian teriak maling sambil bertanya bukan saya yang maling."

semoga masih banyak orang seperti sampeyan. soale dari contoh paling gampang saja, berapa banyak orang yang mau bersusah payah ikut sidang tilang seperti sampeyan?

nDaru mengatakan...

@ Mastein,
iya..saya anak serdadu selam, kan yang tentara kan bapak saya...saya itu sumeh & ramah kok


Betul banget kata sampeyan, tapi kan endak semua orang bisa hidup hanya dengan mengandalkan dari apa yang dia dapet secara halal, saya bahkan sadar kok bahwa kerjaan yang saya jalani sekarang ini MUNGKIN sedikit banyak ada endak halalnya, tapi yaaaaa....saya nyobak mulai dari diri saya sendiri buat endak ngembat rejeki orang, endak minum tetes keringat orang --jelas kecut to--


Keknya Emha endak sekali doang meneriakkan ungkapan itu, kemarin pas saya ikutan sebuah acara di jogja menyoal istimewanya DIY itu dia jugak bilang frase yang hampir sama dengan yang sampeyan tulis itu, kalok soal sidang tilang itu..banyak juga yang dateng ke sidang yg tempo hari saya ikuti itu kok, naaa alesannya memang karena mungkin mereka pengin Indonesia yg lebih baek, ato mereka endak bawak duit pas kena tilang

Sugeng mengatakan...

Aku membaca dari awal sampai habis dan bisa merasakan jiwa nasionalisme dari nDaru. Merdeka !!
Aku juga merasa megitu broo, aku juga gak akan memboikot pajak apalagi zakat hanya gara gara seorang gayus. Yang saya tahu bahwa dia mempunyai jalinan gayus gayus lainnya.

Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

omagus mengatakan...

sampai kapanpun orang seperti gayus pasti tetep ada. ada hitam ada putih.

jadi bukan alasan untuk tak bayar pajak apalagi zakat.waduuh..!

nDaru mengatakan...

@ Pak Sugeng,
Makasih2..Merdeka juga


Ya jangan boikot pajak lah..bagemanapun jg itu kewajiban sebagai warga yang baek

@Omagus,
Orang cina bilang Yin dan Yang, bakal ada kejahatan biar yang baek keliyatan

Asop mengatakan...

Ehem, sekarang di Salatiga masih pada bingung kenapa harga cabe naik? :D

chocoVanilla mengatakan...

Semoga Jeng Ndaru berkenan menerima award dari saya ini, dan semoga tidak mengganggu malam minggunya :D

Makasiy ya, Jeng :D

Harikuhariini mengatakan...

Mbaaaaeee....
Ada award buat dirimu.. Diambil yah..

nDaru mengatakan...

@Asop,
sukurlah sop, udah endak pada bingung harga cabe, tapi harga beras masih bikin nelen ludah

@Jeng Cho2V & Harikuhariini,
Waduuuh...saya itu telik sandi kerajaan je..i have 2 kill you if i tell u :p

Anonim mengatakan...

Kayaknya asyik nih kalau pendapat2nya yg kritis disampaikan dalam bentu video blogging. Dan blogspot ada fasilitasnya langsung loh. Jadi lebih praktis, bisa dikirim via email.

Ini nih tantangannya:
http://dewo.wordpress.com/2011/02/06/video-blogging-yuk/

Ditunggu video-nya ya?

Salam

nDaru mengatakan...

@ Bang Dewo,
OK bang...tak ngumpulin materinya dulu

bayu hidayat mengatakan...

bagus tulisannya. indonesia emang ironis. luar biasa. tapi tenang aja, ini tahap pembelajaran. kita masi lumayan dari negara arab yang masi mencoba sistem demokrasi. kita dah start awal. mudah mudahan finish dengan cepat juga.

nDaru mengatakan...

@ Mas Bayu,
Betul sekali meneer, semoga cepet2 pasang NOS, biar demokrasinya endak kesalip sama mereka