Selasa, 20 Januari 2009

investasi sikap



Beberapa hari ini, ada sodara ndaru dari Surabaya yang ngacir dari rumah trus nginep di rumah ndaru, cukup lama, jdi lmayan buat temen ngobrol klo malem hari :p. Ya mungkin istilah ngacir terlalu kasar ya..tapi sodara ndaru ini lagi mencari suasana baru, lagi tetirah kata orang jawa. Dia 3 tahun lebih muda dari ndaru, jadi cukup dewasa buat bisa menimbang sendiri mana yang baek dan mana yang jelek. Kami berdua sama2 anak bontot, bedanya, sodara dia cman satu, dan sama2 cewe'. Si kakak udah kerja di sebuah LSM yang cukup bergengsi, dengan gaji yang lmayan tinggi, dan kedudukan yang lumayan mentereng. Sementara sodara ndaru ini masih bertempur buat menyelesaikan skripsinya.

Dari obrolan ndaru ma dia, ndaru bisa nangkep klo ne anak lagi gak mood ma suasana rumah. Posisinya sebagai anak bontot dan sama2 cewe' sering diperbandingkan dengan sang kakak. Mungkin gak secara frontal, tapi dari perlakuan kedua ortunya ma mereka berdua, jelas banget bahwa papa dan mamanya punya perlakuan yang berbeda ma dua orang ini. Ditambah lagi akhir2 ini sang kakak lebih bisa menunjukan "kesuksesannya." Sang kakak bisa membelikan papa mamanya sandal dan sepatu yang bagus, bisa bantuin beli rumah, dan yang paling mutakir, si kakak ini dengan --maap-- sedikit pongah sanggup membayar semua pengobatan dan biaya rumah sakit, ketika kakek mereka di opnam di RS.

Hari demi hari, waktu demi waktu, sodara ndaru ini merasa makin jenuh dengan perlakuan beda yang ditunjukkan oleh papa dan mamanya. Soal pacar, sang ortu fine2 aja ketika sang kakak memilih orang yang tampangnya kek kernet metromini jurusan Priok-Ps. Senen, --ya emang ya penampilan emang gak bisa dijadikan tolok ukur pribadi seseorang, tapi klo penampilan itu mengganggu orang disekitarnya jg keknya perlu dipikir lagi-- Sementara, pacar sodara ndaru ini, terbilang "normal" maksudnya penampilan gak aneh2, seiman, dateng dari kluarga yang baek. emang sih bukan dari keluarga yang mentereng, eh ditentang abis2an ma ortunya, dengan alesn yang gak masuk akal.

Yaaaaa...ndaru sih cman bisa bilang,kadang ortu kita gak objektip dalam membimbing dan memperlakukan anak2nya, jadi klo boleh ndaru bilang, si adek mo beliin barang2 yang lebih hebat daripada sang kakak, dia akan tetep menjadi "2nd kiddo" buat ortunya. Gak jauh beda sih ma ndaru, kadang ndaru diperbandingkan ma sodara2 ndaru yang laen. Si Jati itu gini lho ru, Si Budi itu gitu ru, Si Cosmas itu gini ru, si Abdi itu gono Ru, kok kamu engga'. Gitu kadang mami dan babe suka mengkritisi apa yang ndaru kerjain dengan membandingkan ndaru ma sodara ndaru yang laen. Ketolongnya sih sodara ndaru banyak n beda kelamin. Sementara sodara ndaru ini cman 2 bersodara, udah gitu sama2 cewe'. Jadi perbandingannya bakal lebih gede dari ndaru.

Menjadi anak bontot emang kadang gak asik, selain kadang kita dapet barang lungsuran dari kakak2 kita, nasib jg kadang membawa kita pada situasi dimana apapun yang kita kerjain hanya akan menjadi nomor 2 buat ortu, hanya karena kita telat laer belakangan, kadang kita dihakimi hanya menjadi potokopi dan gak bakal menjadi sebaik apa yang udah dibikin ma kakak2 kita. Na disinilah ndaru pengin bilang bahwa toh kadang kita gak bisa berinvestasi materi, tarohlah klo membelikan sesuatu ke ortu itu investasi ya. Kita Cman bisa ber investasi sikap. Ini lho pribadi ndaru, beda ma Budi, Abdi, Cosmas, Jati. Ini lho ndaru, yang mungkin mbambung, ndableg, tengil, bandel, pemberontak, tapi toh ya ini ndaru. Tanpa mengesampingkan ortu yang udah membesarkan dan memelihara kita dari orok, ato ngojok2in kita buat benci ke ortu, kita toh bertumbuh dengan kepribadian kita masing2. Mungkin mpe Kodok bermetamorfose jadi Kingkong orang gak bakalan bisa ngerti apa yang menjadi keyakinan kita, tapi ya biar aja. Toh penghakiman terakhir tetep ada pada Dia yang diatas, yang emang mempunyai kuasa atas hidup dan mati kita.




Tidak ada komentar: