Senin, 30 Juni 2008

idealisme ato mimpi?



Kita hidup dengan ukuran, mimpi, dan patokan yang sudah kita rancang sedemikian rupa. Buat seseorang misalnya, gelar S1 udah cukup. Tapi, buat orang lain S2 lah yang cukup. Ada yang merasa harus dapat gaji di atas 5 juta, tapi ada yang udah ngrasa cukup dengan gaji 3juta, bahkan ada yang baek2 aja dengan gaji 1 juta. Ada yang mensyaratkan punya pacar yang berambut panjang dan putih, tapi ada yang menempatkan tampang di prioritas ke-sekian dalam daftarnya.

Itu cuma contoh kecil tentang pilihan hidup. Kita punya banyak aspek hidup dan kita menentukan sendiri ukurannya. Tiap orang jelas punya ukuran sendiri-sendiri. Tanpa tidak disadari, semua ukuran itu melebur dalam pikiran kita dan menjadi semacam benda yang ingin kita miliki. Kita merasa puas ketika apa yang kita kerjakan sesuai dengan ukuran tadi karena bagi kita ‘inilah idealnya aku’. Idealku adalah saat melakukan ini, bukan itu. Idealku adalah memiliki yang begitu, bukan yang begini.

Yah, hidup kita dipenuhi dengan ukuran, patokan, atau istilah kerennya idealisme. Idealisme membuat kita punya tujuan, punya kualitas dalam mengerjakan sesuatu, dan punya semangat untuk terus berusaha. Idealisme juga membuat kita merasa ‘kaya’ karena dikelilingi oleh berbagai barang imajiner.

Tapi toh, semua soal ukuran yang ada di pikiran. Sering, pikiran berbeda dengan kenyataan. Banyak orang kecewa karena idealisme mereka tidak sesuai dengan yang ada di lapangan. Padahal, yah gambaran sering berbeda dengan apa yang benar2 terjadi. Celakanya, kenyataan kadang tidak bisa mengakomodasi apa yang kita pengen wujudin di idealisme kita. Ya, kalau Ndaru boleh bilang jujur ya, idealisme (biasanya) dan (selalu) bentrok ma keadaan. Eh, itu menurut pengalaman Ndaru si. Mungkin Ndaru tergolong orang yang sial karena harus selalu mengalami bentrokan antara idealisme ma kenyataan. Hehehe..

Terus, apa sih esensinya idealisme? Dalam beberapa hal, idealisme emang bagus. Kita toh harus punya kualitas tersendiri dalam mengerjakan sesuatu. Tapi, ada baeknya idealisme tidak membuat kita terkungkung akan keadaan dan terobsesi untuk mendapatkannya. Kadang, berhentilah dan pikir lagi apa yang terjadi. Mungkin, kita yang terlalu muluk2. Saking semangatnya merawat idealisme, kita jadi lupa untuk bergembira atau menengok ke sebelah sebentar saja dan menyadari bahwa apa yang ada di sebelah kita lebih dari yang kita idealismekan.

Teruslah bermimpi tapi jangan lupa bangun dan membuka mata dan hati

P. Budiningtyas

Tidak ada komentar: